Tapi menurut laporan AAP (American Academy of Pediatrics), risiko yang lebih besar dialami oleh bayi yang sering kolik, bayi dengan kebutuhan khusus, bayi yang memiliki banyak saudara, dan bayi yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi sulit.
Tak dijelaskan dalam laporan itu mengapa bayi-bayi ini lebih berisiko.
Namun diduga, bayi-bayi dengan kondisi di atas umumnya lebih mudah rewel sehingga menimbulkan ketidaksabaran orangtua/pengasuh yang dapat berujung pada kekerasan.
Pada laporan dicantumkan, pelaku kekerasan yang mengakibatkan SBS sebagian besar (70%) adalah kaum pria (ayah, ayah tiri, atau partner ibu), dan berusia masih muda.
Tetapi siapa pun dapat berpotensi melakukan kekerasan kepada bayi atau anak-anak jika ia tidak mampu mengendalikan stres dengan baik, memiliki kontrol diri yang buruk, dan mempunyai kecenderungan untuk berperilaku kasar.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan juga berperan dalam terjadinya kekerasan pada anak.
Baca Juga: Berikut Cara Meningkatkan Perkembangan Otak Bayi Selama Kehamilan
Bayi korban SBS terbesar berada di rentang usia 2-4 bulan.
Diduga karena di usia ini, bayi menangis lebih lama dan lebih sering.
Ditambah, struktur di dalam kepala dan leher, termasuk otot, tulang, pembuluh darah, saraf, dan otak masih lunak dan tipis sehingga lebih rentan terjadi kerusakan.
Bayi juga lebih mudah diguncang dibanding anak-anak dengan usia atau ukuran tubuh yang lebih besar.
Meskipun begitu, kasus SBS juga ditemui pada anak balita, Moms.
Source | : | Nakita.id |
Penulis | : | Poetri Hanzani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR