Nakita.id- Ada 3 penyebab keguguran hamil tua yang sering ditakutkan oleh Moms sebagai calon ibu.
Namun, tahukah Moms jika penyebab keguguran hamil tua tersebut seringkali hanyalah sebuah mitos belaka.
Untuk itu, Moms harus ketahui fakta dan kebenaran soal penyebab keguguran hamil tua agar tidak salah mengartikannya.
Keguguran adalah mimpi buruk bagi setiap ibu hamil, apalagi jika janin yang dikandung sudah dinanti sejak lama.
Berbagai penyebab pun ingin ditemukan oleh sebagian Moms yang kemudian menyalahkan diri sendiri.
Hal tersebut lantaran merasa tak mencari cukup informasi tentang kehamilan, merasa tak bisa menjaga kondisi kehamilannya hingga menyalahkan makanan yang dikonsumsinya.
Berikut ini tiga mitos paling umum tentang keguguran menurut Heather Rupe, DO, dokter spesialis kandungan di Franklin dan Williamson Medical Center, serta penulis buku 'The Pregnancy Companion: A Faith-Filled Guide for Your Journey to Motherhood'.
1. Lebih dari 70 persen keguguran disebabkan oleh adanya kromosom yang abnormal
Ini berarti, sperma dan telur tidak bersatu dengan tepat saat proses pembuahan dan menyebabkan kehamilan tidak berhasil sejak awal.
Keguguran tidak disebabkan karena ibu hamil melakukan beberapa pekerjaan rumah, bercinta, makan makanan tak sehat, lupa minum vitamin, olahraga, atau stres.
Yang harus Moms ketahui bahwa keguguran tak terjadi semudah itu dan tidak bisa dicegah dengan memanggil dokter segera atau pun minum obat.
"Sering kali, wanita mencari-cari penyebab kehilangannya dan dalam pencariannya, biasanya mereka akan memiliki analisis yang berlebihan pada sesuatu yang telah mereka lakukan, yang mana umumnya ini akan berujung pada rasa bersalah yang tidak beralasan," jelas Rupe.
2. Tingkat terjadinya keguguran untuk wanita sehat di bawah usia 35 tahun sekitar 15 persen.
Mengalami keguguran sebelum usia kandungan 12 minggu, tidak akan meningkatkan risiko keguguran pada kehamilan berikutnya.
Mengalami keguguran dua kali berturut-turut atau total tiga kali keguguran, kemungkinan ada alasan medis yang melatarbelakanginya.
Karena itu, berbagai tes akan disarankan oleh dokter untuk dilakukan.
Namun, meski pernah mengalami beberapa kali keguguran, tak akan memengaruhi kondisi bayi pada kehamilan berikutnya.
Bayi akan lahir dalam kondisi sehat, meski ibunya pernah mengalami keguguran di kehamilan sebelumnya.
3. Pendarahan berarti keguguran Ketika ibu hamil menemukan warna merah muda di pakaian dalam atau tisu toilet.
“Saya mendapatkan setidaknya sekali telepon dalam semalam, dari pasien yang menemukan bercak darah di awal kehamilannya dan terdengar sangat cemas di telepon,” ujar Rupe.
Bercak darah memang bukanlah tanda yang baik, tapi juga bukan berarti keguguran. Biasanya kemungkinan berasal dari serviks atau jaringan vagina, bukan dari rahim.
Sebanyak 12 persen ibu hamil yang mengalami pendarahan pada semester awal kehamilan akan melahirkan bayi yang sehat.
Jika Moms mengalami pendarahan, segera tindaklanjuti dengan berkonsultasi pada dokter, tapi hindari untuk langsung berpikiran buruk dan kehilangan harapan.
Sekitar 15 persen kehamilan berakhir dengan kehilangan, keguguran tentu menjadi momen yang sangat menyedihkan.
Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan “kehamilan kimia”, di mana ibu hamil akan kehilangan bayinya dalam minggu pertama setelah tak mendapatkan menstruasi.
“Saya selalu menyarankan setiap pasien untuk menunggu beberapa hari, bahkan minggu setelah mereka tak mendapatkan menstruasi untuk melakukan tes kehamilan di rumah.
Dengan tes kehamilan yang sangat sensitif, kita juga mendiagnosa bahwa kehilangan kehamilan menyebabkan sakit hati yang menyedihkan,” ungkap Rupe.
Yang harus Moms ketahui saat mengalami keguguran, tidak berati Moms akan mengalami hal yang sama di kemudian hari.
Jika Moms mengalami keguguran, konsultasi pada dokter untuk mendapatkan kehamilan yang sehat di waktu mendatang ketika siap hamil lagi.
Hal yang paling penting, jangan pernah kehilangan harapan beradasarkan mitos ataupun informasi yang tidak benar ya, Moms!
Source | : | Kompas.com,the pregnancy guide |
Penulis | : | Safira Dita |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR