Nakita.id – Sebagian besar manusia pasti pernah merasa cemas dan khawatir menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Kesuksesan dan kegagalan adalah dua hal yang tidak dapat diprediksi.
Ketika Dads memulai pekerjaan baru, atau mengambil tanggung jawab besar di kantor sering membuat Dads merasa tak yakin pada diri sendiri untuk memenuhi harapan orang lain.
Pada sebagian orang kegelisahan ini tidak hilang begitu saja.
Sindrom imposter adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang telah dicapainya.
Orang dengan sindrom ini merasa waswas, seolah satu hari orang lain akan tahu bahwa dirinya hanyalah seorang penipu yang tidak berhak diakui segala prestasi dan keberhasilannya.
Sindrom ini memiliki banyak nama, diantaranya adalah sindrom penipu atau dalam bahasa Inggrisnya fraud syndrome.
Baca Juga: Jangan Khawatir Bila Anak Laki-Laki Cenderung Lebih Dekat Dengan Moms, Begini Penjelasannya!
Melansir hellosehat.com, kondisi psikologis ini sebenarnya tidak masuk dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGI), yang berarti sindrom ini tidak tergolong penyakit jiwa.
Kondisi ini terkadang disertai dengan gajala-gejala gangguan cemas atau depresi.
Fenomena imposter syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1970-an oleh psikolog Pauline Clance dan rekannya Suzzanne Imes.
Kasusnya kerap ditemukan pada beberapa orang yang ambisius, terutama perempuan yang tidak memercayai kemampuan dirinya sendiri.
Pengidap sindrom ini merasa bahwa pencapaian yang mereka raih bukanlah karena kemampuan mereka, tapi semata-mata karena kebetulan.
Gejala yang ditemukan pada pengidap sindrom ini selain mudah cemas dan tak percaya diri adalah depresi ketika gagal memenuhi standar yang ia tetapkan sendiri, dan cenderung menuntut kesempurnaan.
Melansir situs Psychologytoday.com, ada beberapa tips untuk penderita sindrom ini untuk mengatasinya.
Pertama, berbicaralah dengan orang lain tentang kecemasan yang dirasakan.
Baca Juga: Asri Welas Ajak Muridnya Menari untuk Bantu PAUD di Daerah Terpencil
Jika Dads menderita sindrom ini, maka berbicaralah dengan istri atau orang terdekat tentang kecemasan yang dirasakan.
Dads mungkin akan terkejut betapa banyak orang di sekitar yang terkadang juga merasakan hal yang sama.
Kedua, coba buat catatan pribadi tentang keberhasilan yang pernah Dads capai dan pujian yang diterima.
Ketika Dads merasa tidak percaya dan yakin pada diri sendiri atas kesuksesan yang diraih, bacalah catatan itu lagi sehingga Dads sadar bahwa Dads pernah membuat banyak prestasi.
Ketiga, hilangkan sifat perfeksionis yang ada dalam diri Dads, sehingga ketika melakukan sedikit kesalahan atau rencana kurang sesuai harapan, Dads tidak langsung menjatuhkan diri sendiri.
Sindrom ini sering dikaitkan dengan wanita, namun penelitian menunjukkan bahwa pria juga dapat mengalaminya.
Biasanya, orang-orang yang merasa minoritas di lingkungan, entah karena etnis, ras atau jenis kelamin bahkan keadaan sosio-ekonomi, mudah mengalami sindrom ini.
Baca Juga: Mandi Air Dingin Ternyata Punya Banyak Manfaat Lho, Nomor 4 Mungkin Cocok untuk Moms
Akibatnya, ada perasaan di mana seseorang yang berada dalam minoritas tersebut ingin membuktikan kemampuan yang dimiliki sehingga berhasil di mata lingkungan mayoritas.
Ingatlah Dads bahwa di luar sana masih banyak orang yang selalu senantiasa mendukung apa pun yang Dads lakukan.
Keberhasilan dan kegagalan merupakan hal yang wajar terjadi dalam kehidupan.
Moms dan anak-anak juga bertanggung jawab untuk membuat Dads selalu merasa didukung dalam situasi apapun.
(Fairiza Insani)/Nakita.id
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Source | : | hellosehat,psychology today |
Penulis | : | Fairiza Insani Zatika |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR