Nakita.id – Sebagian besar manusia pasti pernah merasa cemas dan khawatir menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Kesuksesan dan kegagalan adalah dua hal yang tidak dapat diprediksi.
Ketika Dads memulai pekerjaan baru, atau mengambil tanggung jawab besar di kantor sering membuat Dads merasa tak yakin pada diri sendiri untuk memenuhi harapan orang lain.
Pada sebagian orang kegelisahan ini tidak hilang begitu saja.
Sindrom imposter adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang telah dicapainya.
Orang dengan sindrom ini merasa waswas, seolah satu hari orang lain akan tahu bahwa dirinya hanyalah seorang penipu yang tidak berhak diakui segala prestasi dan keberhasilannya.
Sindrom ini memiliki banyak nama, diantaranya adalah sindrom penipu atau dalam bahasa Inggrisnya fraud syndrome.
Baca Juga: Jangan Khawatir Bila Anak Laki-Laki Cenderung Lebih Dekat Dengan Moms, Begini Penjelasannya!
Melansir hellosehat.com, kondisi psikologis ini sebenarnya tidak masuk dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGI), yang berarti sindrom ini tidak tergolong penyakit jiwa.
Kondisi ini terkadang disertai dengan gajala-gejala gangguan cemas atau depresi.
Fenomena imposter syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1970-an oleh psikolog Pauline Clance dan rekannya Suzzanne Imes.
Kasusnya kerap ditemukan pada beberapa orang yang ambisius, terutama perempuan yang tidak memercayai kemampuan dirinya sendiri.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Source | : | hellosehat,psychology today |
Penulis | : | Fairiza Insani Zatika |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR