Nakita.id - Wabah virus corona hingga saat ini masih terus menjadi ketakutan masyarakat luas.
Bahkan kini Indonesia makin tegas menggalakkan social distancing demi memutus mata rantai penularan virus Covid-19.
Hal tersebut tentu saja membuat masyarakat harusnya makin waspada, meski tak disarankan untuk panik.
Baca Juga: Selama Ini Keliru, Berjemur Ternyata Tak Miliki Efek Mematikan Virus Corona, Begini Penjelasan Ahli
Kini, pemerintah Indonesia terus berjibaku memerangi pandemik ini.
Bahkan pemerintah sudah membeli obat dan peralatan rapid test untuk menangani virus corona.
Sampai Minggu (22/3/2020), tercatat lebih dari 400 orang dinyatakan positif corona, dengan angka kematian yang semakin meningkat.
Kementerian Kesehatan mengungkapkan jumlah tersebut disinyalir akan terus meningkat.
Meski begitu, sebelum virus ini sampai ke Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah meneliti bila wabah ini akan jarang menyerang bayi dan anak-anak.
Mengapa demikian?
Baca Juga: Penelitian Sebut Golongan Darah O Lebih Kebal Virus Corona, Benarkah?
Mengutip dari NewYorkTimes, sebagian besar pengidap virus corona berusia 45-56 tahun.
Usia tersebut dianggap berisiko tinggi mengalami virus corona.
Jarang ditemukan kasus pada bayi dan anak-anak.
Bahkan di Indonesia, angka positif terinfeksi virus corona pada bayi dan anak-anak sangat rendah.
Dalam laporan yang ditulis New York Times beberapa waktu lalu, Dr Malik Peiris mengungkap bila bayi dan anak tetap bisa terinfeksi, namun risikonya sangat rendah.
"Dugaan saya adalah orang yang lebih muda tetap bisa terinfeksi, tetapi mereka mendapatkan risiko yang relatif lebih ringan,” kata Dr Malik Peiris, Kepala Virologi di Universitas Hong Kong, yang telah mengembangkan tes diagnostik untuk virus corona.
Mengutip dari Tribun Jogja, beberapa waktu lalu insiden virus corona menjangkit satu keluarga yang bepergian ke Wuhan, Cina.
Salah satu anggota keluarganya berusia 10 tahun.
Sekembalinya ke Shenzhen, anggota keluarga lain terinfeksi.
Usianya beragam, sekitar 36 hingga 66 tahun. Mereka menderita demam, sakit tenggorokan, diare, dan radang paru-paru.
Sementara itu, anak yang berusia 10 tahun itu juga memiliki tanda-tanda pneumonia di paru-paru, tetapi tidak ada gejala di luar.
Beberapa ilmuwan menduga bahwa ini merupakan tipikal infeksi virus corona pada anak-anak.
"Memang benar bahwa anak-anak dapat terinfeksi tanpa gejala atau memiliki infeksi yang sangat ringan," kata Dr Raina MacIntyre, seorang ahli epidemiologi di Universitas New South Wales di Sydney, Australia, yang telah mempelajari penyebaran virus corona.
Sama dengan kasus SARS dan MERS yang juga sempat mewabah, gejala pada anak-anak hanya ditunjukkan secara ringan.
Anak-anak di bawah usia 12 tahun memiliki kemungkinan lebih kecil untuk dirawat di rumah sakit atau membutuhkan oksigen atau perawatan lain.
Para peneliti menemukan anak-anak di atas usia 12 memiliki gejala seperti orang dewasa.
“Kami tidak sepenuhnya memahami alasan peningkatan keparahan terkait usia ini. Tapi kami melihat itu sekarang dan dengan SARS, Anda bisa melihatnya lebih jelas,” kata Dr. Peiris.
Bukan hal yang aneh jika virus hanya memicu infeksi ringan pada anak-anak dan penyakit yang jauh lebih parah pada orang dewasa.
Cacar air, misalnya, sebagian besar tidak penting pada anak-anak, namun sangat berbahaya pada orang dewasa.
----
Halo, Moms and Dads! Apakah sedang bingung mencari kegiatan bersama si kecil selama di rumah? Yuk, kita mendongeng, berkreasi, menggambar dan mewarnai, bersama Si Kecil dengan berlangganan majalah Mombi dan majalah Bobo Junior! Tinggal klik https://www.gridstore.id.
Jadikan waktu di rumah sebagai #WaktuBerkualitas bersama keluarga
Source | : | New York Times,Tribun Jogja |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR