Meskipun tanpa menggunakan paku dan menggunakan pasak sebagai gantinya, Perahu Pinisi tetap menjadi kapal yang mampu mengarungi lautan Indonesia.
Sebelum proses pembangunan atau pembuatan Perahu Pinisi dilakukan, ada beberapa ritual yang harus dilakukan dulu.
Pertama, kayu bahan pembuat kapal harus dikumpulkan pada tanggal lima dan tujuh yang memiliki makna tertentu.
Angka atau tanggal lima berarti rezeki yang sudah ada di tangan.
Sedangkan, tanggal tujuh menunjukkan selalu mendapatkan rezeki.
Nah, sebelum ditebang, pohon akan dibacakan doa-doa yang kemudian dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban, yang biasanya berupa ayam senbagai tanda penyerahan diri kepada Tuhan.
Setelah itu, akan dilakukan peletakan lunas atau kayu yang menjadi pondasi bangunan kapal.
Lunas ini harus dihadapkan ke arah timur laut.
Source | : | tribunlampung.co.id |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR