Nakita.id - Hampir seluruh negara di dunia saat ini tengah berjuang melawan pandemi Covid-19.
Banyak negara memutuskan untuk menerapkan lockdown dan mengkarantina seluruh warganya di rumah masing-masing demi memutus rantai penyebaran virus asal Wuhan, China ini.
Salah satu negara yang mengambil langkah itu adalah Prancis.
Pada 12 maret 2020, Prancis resmi memberlakukan lockdown dan sekolah adalah ruang publik pertama yang ditutup oleh negara tersebut.
Ini dilakukan karena kekhawatiran bahwa anak-anak rentan terinfeksi dan berpotensi menjadi penyebar virus.
Seiring waktu pemerintah Prancis mendapati jumlah kasus Covid-19 semakin berkurang hingga pada pertengahan Mei, Perancis bersiap untuk keluar dari fase lockdown.
Taman kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah telah dibuka secara bertahap pada 11 Mei 2020 dan sekitar 1,4 juta anak kembali ke sekolah.
Namun tak lama kemudian, Prancis melaporkan setidaknya ada 70 kasus Covid-19 yang terdeteksi di sekolah-sekolah.
Melansir Daily Mail, kasus tersebut terjadi di kalangan penitipan anak dan sekolah dasar di Prancis.
Menteri Pendidikan Prancis, Jean-Michel Blanquer menduga kemungkinan anak-anak terinfeksi sebelum sekolah dibuka kembali sehingga penyebaran Covid-19 di sekolah tidak bisa dihindari.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Hingga berita ini ditulis, kasus Covid-19 di Indonesia telah menyentuh angka 18.496 kasus.
Sejak 10 April 2020, DKI Jakarta menjadi daerah pertama yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Meski PSBB telah diberlakukan di sejumlah daerah, nyatanya kerumunan warga dilaporkan banyak terjadi di tempat umum seperti pasar dan bandar udara.
Bahkan masih banyak masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan dan tidak menerapkan physical distancing.
Namun di sisi lain, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) memastikan tidak akan melakukan pengunduran tahun ajaran baru sekolah.
Kemendikbud di bawah Menteri Nadiem Makariem merencanakan sekolah akan segera kembali dibuka pada tahun ajaran baru di bulan Juli mendatang.
Epidemiolog dr Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD (Cand) Global Health Security CEPH Griffith University yang diwawancarai Kompas.com pun menanggapi hal ini.
Dicky yang telah terlibat dalam penanganan pandemi hampir 18 tahun sejak wabah SARS, HIV, dan flu burung ini menuturkan, penerapan pola kerja dan sekolah baru harus dipersiapkan dengan matang.
Dia menambahkan, pelaksanaannya baru bisa atau boleh dilakukan jika kesiapan perangkat dan prosedur skrining telah dipenuhi.
"Bila belum dilakukan skrining maka sangat tidak dianjurkan untuk dipaksakan karena berbahaya," ujar dia.
Dicky mengungkapkan, potensi penularan Covid-19 dapat terjadi baik pada orang dewasa muda dan anak-anak. Bahkan, hal ini dapat berakibat fatal atau kematian.
Ada beberapa tahapan yang menurut Dicky wajib dijalankan sebelum akhirnya sekolah benar-benar dibuka.
Antara lain skrining kesehatan bagi guru dan karyawan sekolah, skrining zona lokasi tempat tinggal, pendataan test Covid-19 untuk seluruh perangkat sekolah, pengaturan jarak tempat duduk, hingga pembatasan pergerakan guru dan siswa.
"Kegiatan belajar mengajar relatif aman dilakukan jika seluruh tahapan ini dilakukan. Jika belum siap maka tidak boleh dipaksakan," tegas Dicky seperti dikutip dari Kompas.com.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Daily Mail,kompas |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR