Plasenta adhesiva ada derajatnya sesuai kedalaman invasinya ke dalam dinding rahim, dari plasenta akreta, inkreta, sampai perkreta. “Yang paling parah adalah plasenta perkreta, dalam kondisi ini plasenta bisa sampai menempel ke kandung kemih,” beber Yassin.
Seiring dengan pertumbuhan plasenta, kondisi plasenta adhesiva dapat dideteksi mulai minggu ke-20 kehamilan melalui pemeriksaan USG. “Tapi lebih sering terdeteksi setelah minggu ke-30 kehamilan ketika plasenta semakin besar,” ujar Yassin.
Bila sudah terdeteksi, biasanya dokter obsgin akan merencanakan tindakan sesar untuk melahirkan bayi sekaligus melepaskan plasenta yang melekat tersebut. Pasalnya, plasenta adhesiva akan meningkatkan risiko perdarahan yang membahayakan Mama saat persalinan.
“Kita lihat sedalam apa derajat kedalaman pertumbuhannya. Kalau sudah sangat dalam, bahkan menempel pada kandung kemih, bisa saja dilakukan tindakan pengangkatan rahim. Biasanya operasinya cukup sulit, sehingga ditangani lebih dari satu dokter obsgin dan dokter spesialis lain seperti bedah urologi,” papar Yassin.
Baca juga: Bisakah plasenta digeser agar dapat melahirkan normal
Plasenta normal beratnya sekitar 500 g. Jika plasenta mencapai berat 700 g atau lebih, maka sudah mengalami kondisi plasentomegali alias pembesaran plasenta. Kondisi ini umumnya disebabkan pembengkakan jonjot plasenta, Mama mengidap penyakit diabetes melitus, anemia akut, anemia pada janin, hingga sifilis. Mama yang merokok pun akan berpotensi mengalami pembesaran plasenta karena plasenta “berjuang” mencari oksigen akibat pasokan oksigen yang rendah dalam darah.
Plasentomegali mulai dapat dideteksi sejak minggu ke-20 kehamilan. Dokter akan memantau terus kondisi ini dan pengaruhnya pada janin. “Jika sudah mengganggu pertumbuhan janin, biasanya diambil tindakan untuk mengeluarkan janin lebih cepat,” kata Yassin.
Bila plasentomegali disebabkan oleh virus seperti TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus, herpes), kondisi ini dapat berdampak buruk pada janin. “Pemberian obat tidak akan berpengaruh banyak untuk mengurangi dampaknya, tapi kasus seperti ini sangat jarang. Sering kali juga plasentomegali tidak berdampak apa pun pada kehamilan,” tandas Yassin.
Baca juga: Duh, letak plasenta ada di bawah.
Pengapuran plasenta merupakan tanda “penuaan” plasenta. Umumnya, hal ini terjadi pada minggu ke-37 hingga minggu ke-42 kehamilan. Dalam pemeriksaan USG, pengapuran ditandai dengan bintik-bintik putih pada plasenta. Bintik putih tersebut adalah deposit kalsium yang ada pada plasenta.
Bila pengapuran plasenta terjadi pada trimester 2, Mama perlu waspada. Pasalnya, pengapuran dapat menyebabkan plasenta “mati” atau berubah menjadi jaringan ikat dan menurunkan fungsinya. “Akibatnya, pasokan oksigen dan nutrisi ke janin bisa berkurang sehingga memengaruhi pertumbuhan janin,” terang dr. Yassin.
Pengapuran plasenta sering dikaitkan dengan penyakit yang diidap Mama, seperti diabetes dan darah tinggi. Jadi, tegas Yassin, “Penyakitnya harus diobati dulu supaya pengapuran plasenta dapat dikurangi.”
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
KOMENTAR