Nakita.id – Pasca melahirkan, para ibu disarankan melakukan proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD) atau membiarkan bayi yang baru lahir untuk merangkak sendiri mencari susu ibu.
IMD tak hanya berperan sebagai proses perkenalan antara ibu dan anak, tetapi juga menjadi momen penting agar bayi merasa nyaman, serta mempermudah proses menyusui selanjutnya. IMD juga mampu memperbaiki kondisi fisik dan mental ibu yang baru melahirkan.
Sayangnya, faktor ketidaktahuan serta rendahnya pendampingan dari tenaga medis sebelum dan sesudah persalinan, tak jarang membuat para ibu melakukan kesalahan. Misalnya dengan langsung mengarahkan bayi ke payudara untuk menyusui.
Padahal, IMD telah memiliki peraturan sendiri. Peraturan mengenai hak bayi untuk mendapat Inisiasi Menyusui Dini diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.
Baca Juga: Setidaknya 800 Orang Meninggal Dunia Akibat Termakan Teori Konspirasi
Peraturan ini mewajibkan tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan melakukan Inisiasi Menyusui Dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
Hal ini turut dibenarkan oleh Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Wiyarni Pambudi, menurutnya masih banyak masyarakat yang melewatkan proses IMD untuk bayinya.
Bukan cuma karena ketidaktahuan orangtua, kesadaran dan kepedulian petugas medis saat melahirkan juga masih perlu diperbaiki untuk proses IMD yang baik.
Adanya anggapan IMD mengganggu jam kerja para petugas medis karena harus mengawasi proses IMD sampai satu jam lamanya. Alhasil IMD dilakukan secara terburu-buru atau bahkan tidak sama sekali.
Baca Juga: Susul Rusia, China Umumkan Vaksin Covid-19 Pertamanya 'Ad5-nCoV'
“Seandainya suami diizinkan terlibat dan diberikan kiat praktis agar bisa ikut berperan mendampingi IMD, tidak ada alasan untuk terbebani bukan?,” kata Wiyarni.
IMD sendiri merupakan salah satu bagian dari hak asasi bayi yang harus dipenuhi. Terutama sejak adanya aturan hak dasar bayi yang diberlakukan oleh World Health Organization (WHO) tahun 1989.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR