Apalagi selama hidupnya dia tidak pernah mengalami yang namanya memindahkan makanan dari mulut ke tenggorokan.
Padahal di meja kamar ruang rawatnya sudah disediakan makanan lembut mulai dari pisang, roti dan nasi.
Tidak bisa mengunyah, membuat Sriyanto tidak memiliki pilihan lain selain hanya minum susu dan air manis agar ada asupan ke dalam tubuhnya.
“Tetapi yang membuat saya paranoid itu pas saya tidak bisa menelan itu. Itu saya sudah paranoid banget. Saya seumur–umur tidak pernah mengalami yang namanya memindah makanan dari mulut ke tenggorokan dan baru kali ini,” tandas Sriyanto.
Meski demikian, dia tidak merasa sesak napas seperti pasien Covid-19 lainnya. Hanya saja lantaran batuknya yang susah berhenti membuat dirinya tidak nyaman bernafas normal.
Dia mulai merasakan nyeri di bagian dada.
Batuk-batuk itu rupanya membuat otot dan tulang menjadi kecapekan. Apalagi terasa dihentak.
Di tengah kepasrahannya pada Sang Maha Pencipta, malam itu, Sriyanto seperti mendapatkan mukjizat.
Dua kantong plasma pesanan untuk mengobati kegawatan yang melanda tubuhnya datang dari Jakarta.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR