"‘Kemungkinan pertama kamu akan dimarahi guru, kemungkinan kedua guru akan mempunyai persepsi buruk sama kamu, kemungkinan ketiga, keempat, kelima’, dikasih tahu. ‘Menurut kamu gimana?’, ‘Tidak apa-apa’, ‘Ok dicoba aja’," sambung Monica.
Selain mengajarkan coping skill dan problem solving, Si Kecil berlatih kemandirian dari belajar dua hal ini.
"Jadi anak kita ajarkan kemandirian, balik lagi sebagai seorang single parent kita punya keterbatasan yang tidak dimiliki oleh orang tua yang bersama-sama dan kompak.
Apalagi kalau perpisahannya terjadi dengan tidak baik-baik saja. Kita belum tentu mengandalkan mantan kita, bisa jadi kita hanya bisa mengandalkan diri kita dan anak kita.
Itu sebabnya anak harus dibantu untuk mengembangkan coping skill dan problem solving," ungkapnya.
Monica juga menjelaskan bagaimana cara mengajarkan coping skill dan problem solving pada anak yang lebih kecil.
"Kalau pada anak-anak lebih kecil gimana cara mengajarkan coping skill dan problem solving?
Diberikan kepercayaan bahwa anak bisa melakukannya secara mandiri mulai dari tugas-tugas rumah tangga yang sederhana yang sesuai dengan usia perkembangannya.
Contohnya anak usia 5 tahun, dia numpahin air, minta anak lap sendiri. Tidak usah marah-marah bilang ‘Wah tumpah nih. Sayang itu di belakang, di ember warna kuning ada lap bantuin mama ambil lap itu terus di lap ya’.
Next, anak tumpahin air dia sudah tahu bahwa ambil lap, lapnya ada di ember, embernya warna kuning, aku lap dulu," jelasnya.
Apa Itu Silent Treatment? Kebiasaan Revand Narya yang Membuatnya Digugat Cerai Istri
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR