Nakita.id - Moms sebagai single parent pasti ingin Si Kecil tumbuh menjadi pribadi yang baik dan cerdas.
Untuk membantu anak menjadi pribadi yang baik dan cerdas, Moms sebaiknya memperhatikan pola asuh selama jadi single parent.
Salah satu pola asuh yang dapat Moms terapkan adalah menanamkan kepercayaan pada anak saat mengawasinya.
Baca Juga: Membesarkan Si Kecil di Lingkungan Single Parent? Begini Trik Mudah untuk Mendisiplinkan Anak
Ketika anak sudah memiliki kepercayaan diri, self-esteemnya menjadi positif maka anak lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan melakukan sesuatu.
Namun ketika sudah percaya sama anak bukan berarti Moms cuek, melainkan memonitori anak melalui feedback orang sekitarnya.
Lantas, perlukah Moms juga mengajarkan coping skill dan problem solving pada anak untuk beradaptasi di lingkungan single parent?
Oleh karena itu, Nakita.id telah mewawancarai psikolog untuk membahas cara mengajarkan coping skill dan problem solving pada anak untuk beradaptasi di lingkungan single parent.
Diwawancarai Nakita.id pada Jumat (16/4/2021), Monica Sulistiawati, M.Psi, Psikolog yang berpraktik di Personal Growth menjelaskan cara mengajarkan coping skill dan problem solving pada anak untuk beradaptasi di lingkungan single parent.
Monica menjelaskan cara mengajarkan coping skill dan problem solving dengan diajak berdiskusi.
"Melalui diskusi bersama misalnya anaknya dibully, orang tuanya tidak serta merta emosional, menyuruh anak untuk melakukan A, B, C, D, E, tidak.
Baca Juga: Jangan Berlebihan hingga Buat Tak Nyaman, Begini Cara Mengawasi Anak sebagai Single Parent
Justru dengan bertanya ke anak, ‘Menurut kamu kita bisa ngapain ya?’, ‘Kamu perlu dibantu tidak?’, ‘Tidak ma, aku bisa bereskan sendiri’, ‘Ok cara kamu beresinnya gimana ya?’," jelas Monica.
"‘Nanti aku tonjok aja’, misalnya anak menjawab seperti itu. ‘Ok kalau kamu tonjok menurut kamu nih, teman kamu yang ngebully kamu badannya lebih besar atau tidak dari kamu? Berapa orang yang bully kamu? Terus kalau kamu tonjok, dia balas gimana dong?’,
‘Paling jadi berantem’, ‘Ok jadi berantem serem banget ya, kalau jadi dimarahin guru gimana?’, ‘Kan bukan aku yang salah dia duluan’.
Di challenge/diajak diskusi itu cara orang tua melatih coping skill dan problem solving sambil memberitahu kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya apa," tambahnya.
"‘Kemungkinan pertama kamu akan dimarahi guru, kemungkinan kedua guru akan mempunyai persepsi buruk sama kamu, kemungkinan ketiga, keempat, kelima’, dikasih tahu. ‘Menurut kamu gimana?’, ‘Tidak apa-apa’, ‘Ok dicoba aja’," sambung Monica.
Selain mengajarkan coping skill dan problem solving, Si Kecil berlatih kemandirian dari belajar dua hal ini.
"Jadi anak kita ajarkan kemandirian, balik lagi sebagai seorang single parent kita punya keterbatasan yang tidak dimiliki oleh orang tua yang bersama-sama dan kompak.
Apalagi kalau perpisahannya terjadi dengan tidak baik-baik saja. Kita belum tentu mengandalkan mantan kita, bisa jadi kita hanya bisa mengandalkan diri kita dan anak kita.
Itu sebabnya anak harus dibantu untuk mengembangkan coping skill dan problem solving," ungkapnya.
Monica juga menjelaskan bagaimana cara mengajarkan coping skill dan problem solving pada anak yang lebih kecil.
"Kalau pada anak-anak lebih kecil gimana cara mengajarkan coping skill dan problem solving?
Diberikan kepercayaan bahwa anak bisa melakukannya secara mandiri mulai dari tugas-tugas rumah tangga yang sederhana yang sesuai dengan usia perkembangannya.
Contohnya anak usia 5 tahun, dia numpahin air, minta anak lap sendiri. Tidak usah marah-marah bilang ‘Wah tumpah nih. Sayang itu di belakang, di ember warna kuning ada lap bantuin mama ambil lap itu terus di lap ya’.
Next, anak tumpahin air dia sudah tahu bahwa ambil lap, lapnya ada di ember, embernya warna kuning, aku lap dulu," jelasnya.
Apa Itu Silent Treatment? Kebiasaan Revand Narya yang Membuatnya Digugat Cerai Istri
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR