Nakita.id - Hingga saat ini, pemerintah masih terus mengebut vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Mengutip dari laman resmi Kemkes.go.id, hingga Sabtu (17/7/2021), jumlah masyarakat yang sudah divaksinasi dosis pertama sebanyak 41.268.627 atau sekitar 19,82 persen.
Sementara yang sudah disuntik vaksin dosis kedua sebanyak 16.217.855 orang, atau sekitar 7,79 persen.
Adapun masyarakat yang divaksin yakni dari kalangan tenaga kesehatan, petugas publik, lansia, masyarakat rentan, masyarakat umum dan anak usia 12-17 tahun.
Padahal, pemerintah menargetkan vaksinasi harus disasar ke 208.265.720 orang.
Ada beberapa alasan masyarakat belum mengikuti vaksin.
Pertama karena memang belum mendapat jatah vaksin dan masih kesulitan mencari akses, tetapi ada yang masih percaya berbagai mitos tentang vaksinasi Covid-19.
Salah satu mitos yang belakangan kerap beredar adalah vaksinasi Covid-19 dapat mengganggu siklus haid atau menstruasi pada perempuan.
Hal ini merujuk dari banyak orang yang memang mengalami gejala tak biasa, seperti pembengkakan kelenjar getah bening hingga pembekuan darah.
Pada dasarnya, vaksin memang memiliki reaksi atau efek samping berbeda-beda pada setiap orang.
Tetapi apakah benar bila salah satu efek sampingnya mengganggu siklus haid?
Mengutip dari Cleveland Clinic, perubahan siklus haid memang bisa saja terjadi.
Biasanya, perubahan siklus haid terjadi karena respons tubuh terhadap stres.
Hal ini dibenarkan oleh pakar Obgyn, George Fyfee.
Menurut Fyfee, sistem kekebalan tubuh perempuan akan meningkat secara otomatis untuk mencegah agen infeksi yang mengganggu pembuahan dan implantasi sel telur.
Ketika sel telur dibuahi dan ditanamkan, setelah itu sistem kekebalan tubuhnya melemah.
Sehingga lapisan rahim yang juga memiliki sel-sel kekebalan tersebut akan terpengaruh dan mengalami perubahan hormonal.
Tak jarang, terjadi juga infeksi rahim yang menyebabkan perubahan siklus menstruasi normal pada perempuan.
Bersamaan dengan itu, hipotalamus di otak adalah pusat kendali hormonal yang bekerja sama dengan kelenjar hipofisis anterior.
Hipotalamus juga bertugas mengirim pesan dalam bentuk hormon ke ovarium dan rahim untuk meningkatkan atau menurunkan kadar hormon agar memungkinkan terjadinya ovulasi.
Jika tidak ada pembuahan, maka wanita akan mengalami periode haid.
"Namun, stres emosional, stres fisik, dan stres kimia dapat mempengaruhi pusat kendali hormonal yang dapat mengakibatkan perubahan siklus haid," ucap Fyffe.
Akan tetapi, stres kimia yang dimaksud Fyffe merupakan stres akibat efek obat-obatan yang juga bisa memengaruhi siklus haid.
Biasanya, beberapa perempuan yang mengonsumsi obat mengalami kejang, diabetes, gangguan tiroid, hipertensi, depresi, hingga siklus haidnya jadi tak teratur.
Akhirnya, obat tersebut lah yang mengganggu hormon yang seharusnya bertanggung jawab mengatur mestruasi.
"Beberapa jenis obat bahkan dapat menyebabkan hilangnya haid," kata Fyffe.
Untuk mengatasi periode atau siklus haid yang tidak teratur setelah vaksin Covid-19, Moms bisa mencoba untuk mengatur gaya hidup dengan meningkatkan olahraga, tidur yang cukup, dan menjaga pola makan.
Source | : | Cleveland Clinic |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR