Nakita.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) angkat bicara soal fenomena munculnya awan lurus di berbagai daerah.
Ya, beberapa waktu lalu heboh kemunculan awan lurus yang disebut dilihat di beberapa daerah.
Fenomena tersebut pun diketahui saat banyak warganet menceritakan munculnya awan lurus di daerahnya.
"Tidak pernah saya melihat awan seperti, lurus dari utara ke selatan," tulis akun Twitter @Ba******_, Rabu (4/8/2021).
Akun itu menyebutkan, fenomena itu terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Akun lainnya, membagikan penampakan awan di Pacitan pada Jumat (6/8/2021). Pengguna itu menyebutnya seperti awan gempa.
"Fenomena alam td pgi diatas langit Pacitan...kyk awan gempa," tulis akun Twitter @Li***********88.
Ada pula yang membagikan video singkat yang memperlihatkan adanya awan lurus di Pacitan, Jawa Timur pada Sabtu (7/8/2021).
Apa penyebab fenomena awan ini, dan benarkah merupakan awan gempa?
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, penyebab munculnya awan lurus ini bisa jadi beberapa faktor.
Penyebabnya bisa karena roll cloud atau contrail jejak pesawat jet.
"Adanya beberapa dugaan ini disebabkan karena memang tayangan video awan di Pacitan tersebut memang kurang jelas, sehingga dugaan awan tersebut adalah roll cloud atau contrail jejak pesawat jet," ujar Daryono saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/8/2021).
Baca Juga: Jadi Trending Topik di Twitter, Ternyata Begini Fakta di Balik Sejumlah Daerah yang Terasa Dingin
Awan gulung (roll cloud)
Terkait roll cloud atau dikenal sebagai awan gulung, Daryono mengatakan, penampakan awan seperti ini termasuk langka.
Meski demikian, awan gulung ini memang bisa muncul beberapa kali di beberapa lokasi.
"Penyebab terjadinya awan gulung karena ada pertemuan 2 massa udara dengan kelembapan/kandungan uap air yang berbeda. Dua hal yang memungkinkan, dipengaruhi oleh pertemuan angin regional dengan angin laut/darat atau terbentuk pada garis font dua masa udara yang berbeda kandungan uap airnya," jelas Daryono.
Contrail pesawat jet
Sementara itu, dugaan penyebab lain dari munculnya awan lurus ini adalah contrail pesawat jet.
Menurut Daryono, terbentuknya awan lurus yang disebabkan oleh contrail pesawat jet akan berbeda dengan roll cloud.
"Biasanya kalau disebabkan oleh contrail pesawat jet jejaknya relatif kecil diameternya dengan garis awannya lebih kuat dengan warna latar langitnya," ujar Daryono.
"Contrail ini durasinya sangat pendek, biasanya dalam skala menit bisa menghilang, bentuknya mirip awan cirrus," lanjut dia.
Awan cirrus merupakan salah satu awan yang berada di tingkatan awan tinggi, dan umumnya berwarna putih.
Selain itu, awan cirrus memiliki bentuk yang sederhana. Penyebarannya pun tidak tetap, namun mudah dikenali terutama pada saat ada sinar atau cahata terang.
"Jika begitu, maka awan ini akan tampak membentuk jalur yang rata," kata Daryono.
Untuk unggahan kenampakan awan di Pekalongan, Daryono mengatakan, fenomena awan lurus itu karena contrail pesawat jet.
Awan lurus karena contrail pesawat jet ini tidak bisa diprediksi ketinggiannya karena peristiwa di langit ini disebut bias.
Tidak hanya ketinggian, posisi awan juga dinilai bias karena masyarakat sebenarnya bisa melihat awan lurus itu vertikal atau horizontal bergantung dari atah mana melihatnya.
Bukan pertanda terjadi gempa bumi
Mengenai anggapan yang menyebut penampakan awan ini seperti awan gempa, Daryono membantahnya.
Ia menegaskan, apa yang terjadi merupakan fenomena biasa dan bukan pertanda terjadinya gempa bumi.
"Awan lurus itu merupakan fenomena atmosferik biasa. Bukan merupakan pertanda akan terjadi gempa besar," ujar Daryono.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya dengan isu yang berkembang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Awan Lurus" Terlihat di Beberapa Daerah, BMKG: Bukan Pertanda Akan Ada Gempa Besar")
Pentingnya Penanganan yang Tepat, RSIA Bunda Jakarta Miliki Perawatan Khusus untuk Bayi Prematur
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Riska Yulyana Damayanti |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR