Nakitaid - Ternyata ada alasan dibalik anak yang mudah menyerah.
Barangkali Moms di rumah sering mendengar kata 'enggak bisa' dari mulut Si Kecil ketika diminta untuk melakukan sesuatu.
Kasus yang sering kali ditemukan, anak sering mengeluh dan meminta ijin untuk keluar dari kegiatan ekstrakurikuler baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Wajar jika Moms dan Dads merasa kecewa dengan sikap anak.
Sebab, tentu saja Moms dan Dads sudah mengeluarkan cukup banyak uang demi keterampilan si Anak.
Namun, tak mungkin juga jika kita memaksa anak untuk tetap bertahan pada apa yang tidak diinginkannya.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Washington Post, sebanyak 70% anak-anak di Amerika Serikat memutuskan untuk keluar dari ekstrakurikuler olahraga sebelum umur mereka 13 tahun.
Dilansir dari Washington Post, alasan yang paling banyak diterima adalah karena olahraga sudah tidak menyenangkan lagi.
Baca Juga: Ingin Anak Lebih Fokus dan Tekun? Berikan Mereka Jubah Batman
Bagaimanapun, sebagai orangtua menginginkan anaknya untuk memiliki ketekunan.
Anak yang tekun biasanya tidak mudah menyerah, bahkan ketika menghadapi kesulitan.
Moms, inilah yang dinamakan resilience dalam diri anak.
Dikutip dari Verywell Family, ketekunan seseorang dilandasi dari minat, motivasi, dan tekad untuk mencapai suatu tujuan.
The American Psychological Association menyatakan, ketekunan membedakan mereka yang terbaik dengan yang biasa saja dalam suatu bidang.
Sebagai orangtua, tentu Moms dan Dads ingin si Kecil pantang menyerah pada bakatnya.
Ada beberapa hal tentang sikap pantang menyerah pada anak, yang harus Moms dan Dads ketahui.
Mengapa anak-anak merasa ingin menyerah di beberapa kondisi?
Ada beberapa alasan yang mendasari sikap mudah menyerah pada anak.
Menurut Fatherly.com, anak akan cenderung merasa malu karena kegagalannya.
Apabila anak dibiarkan untuk menyerah dari kegagalannya, ia akan cenderung melakukannya di kemudian hari.
Jika anak menyerah satu kali, ia akan menyerah untuk kedua, ketiga kalinya dan seterusnya.
Sebab, anak akan merasa bahwa menyerah adalah jalan keluar instan dari stres yang dihadapinya saat gagal.
Alasan mengapa anak menyerah bisa karena berbagai hal yang terjadi selama ia berproses.
Misalnya, anak tak menunjukkan progressnya sesuai dengan target yang telah disusunnya.
Baca Juga: Mulai Sekarang Jangan Lagi Memaksa, Lakukan Cara Ini Agar Anak Senang Saat Diajak Belajar Membaca
Anak perlu memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses yang perlu dihargai.
Memberi pemahaman bahwa dalam berproses akan sangat wajar merasa kesulitan dan mengalami kegagalan.
Kegagalan yang terus menerus dan menunjukkan tidak adanya progres juga menjadi salah satu faktor utama mengapa anak menyerah.
Sebab, apabila anak dibiarkan untuk mudah menyerah pada hal yang sedang dipelajarinya, ini artinya membiarkan anak mundur dari proses belajar.
Tentu saja Moms dan Dads ingin anak untuk memiliki kemampuan dalam bidang tertentu.
Sehingga, diperlukan bimbingan dari orangtua agar anak bisa menghadapi tantangan di dalam belajar.
Dengan menghadapi tantangan dan kegagalan selama belajar, mereka akan lebih mudah mencapai kesuksesan walau tak mudah menjalaninya.
Tahukah Moms, bahwa penelitian mengenai ketekunan ini dilakukan oleh seorang profesor dari University of Pennsylvania bernama Angela Duckworth.
Sebagai seorang psikolog, Angela Duckworth melakukan penelitian mengenai ketekunan dan self-control.
Ia melakukan penelitian pada guru-guru SMP dan melihat siapakah yang akan bertahan dan kesuksesannya sebagai guru.
Yang ia temukan, ketekunan yang dimiliki oleh guru-guru tersebut adalah paduan dari pengendalian diri, ambisi, hasil yang positif, dan kepercayaan.
Uniknya, dari yang ia temukan kepintaran atau IQ bukan menjadi salah satu pengaruhnya.
Tidak seperti IQ, ketekunan sebenarnya bisa dikembangkan dalam diri anak.
Sehingga, menurut Duckworth, anak-anak bisa saja memiliki ketekunan lebih dibandingkan yang lain.
Bakat juga tidak menjadi tolok ukur bagi ketekunan pada anak.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Paul Tough, penulis buku berjudul How Children Success.
Ia menyetujui pernyataan Duckworth bahwa ketekunan penting untuk dimiliki anak-anak.
Menambahkan dari pernyataan Duckworth, Tough menganggap ketekunan, sifat pantang menyerah, optimisme, kepandaian secara sosial, dan rasa ingin tahu lebih penting dibandingkan IQ.
Menurut Tough, kegagalan adalah hal yang wajar untuk dihadapi oleh anak-anak sehingga di kemudian hari ia bisa mengatasinya.
Namun, ketika suatu saat anak menemui kegagalannya, Moms dan Dads bisa menjadi orang yang dapat menuntun si Kecil menjadi lebih baik lagi.
Yang menjadi penting adalah, bagaimana anak bisa berjuang untuk mencapai tujuannya, dan apabila gagal ia akan menemukan jalannya kembali untuk bangkit.
Menurutnya, pola pikir orang dengan ketekunan yang tinggi adalah menganggap perjalanan hidupnya bak sebuah maraton, bukan lomba lari.
Lalu, apa yang bisa dilakukan Moms dan Dads dirumah agar anak menjadi seseorang yang tekun dan pantang menyerah?
Ada hal-hal yang perlu Moms dan Dads lakukan untuk mewujudkannya.
Pertama, berikan anak kesempatan untuk memilih bidang kemampuan yang diinginkannya.
Jangan memaksa anak untuk mempelajari bidang yang tidak ia inginkan.
Sebab, anak tidak akan merasa enjoy dan nyaman saat belajar.
Kedua, apabila anak melakukan kesalahan yang membuatnya gagal, itu wajar.
Yang bisa dilakukan orangtua adalah membimbing anak untuk mampu menemukan jalannya kembali untuk belajar.
Bantulah si Kecil untuk menghadapi atau membenahi sehingga ia bisa bangkit dari kegagalannya.
Ketiga, beri si Kecil pujian yang sepantasnya saat ia berhasil mencapai keberhasilannya.
Beri pujian pada bagaimana ia berusaha dan perkembangannya selama ini sehingga membantunya untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Keempat, menjadi orangtua yang pantang menyerah juga penting.
Sebab, anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orangtua.
Pastikan Moms dan Dads beri contoh yang baik bagi si Kecil dalam mempertahankan tujuannya.
Terakhir, ajarkan anak untuk mengatur emosinya.
Mengatur emosi yang baik juga penting untuk mengajarkannya menjadi orang yang tabah dan berhati besar.
Source | : | Washington Post,fatherly.com,The Atlantic,Verywell Family |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR