Nakita.id - Lagi-lagi, ada salah seorang sosok selebritis yang belakangan ini viral karena mengalami body shaming.
Dahlia Poland, aktris yang sempat populer melalui sejumlah sinetron di Indonesia diketahui kena sindiran pedas warganet.
Terakhir, Dahlia Poland mengunggah fotonya menghabiskan waktu.
Namun, ditemukan beberapa warganet mengomentari wajahnya.
Banyak warganet yang mengatakan bahwa Dahlia kurang mampu merawat wajahnya hingga terlihat kurang mulus.
Tak sedikit pula yang meminta Dahlia untuk melakukan perawatan wajah agar tampak lebih glowing.
Menanggapi komentar pedas tentang tubuhnya, Dahlia Poland merespon komentar tersebut dengan bijak.
Ia mengatakan bahwa yang terpenting baginya sekarang memprioritaskan anak-anaknya, bukan hanya berfokus pada penampilannya saja.
Banyak warganet yang mengapresiasi respons Dahlia, namun banyak juga yang mengatakan Dahlia terlalu baper.
Hal yang dialami Dahlia ini adalah sebuah bentuk dari body shaming.
Orang yang melakukan body shaming pada orang lain dengan cara mengomentari apa yang terjadi pada tubuhnya.
Hal yang paling banyak terjadi adalah mengomentari bentuk tubuh, warna kulit, atau tanda yang ada di wajah.
Sayangnya cara yang dilakukan oleh pelaku body shaming seringkali menyinggung perasaan yang.
Dilansir dari Psychology Today, body shaming adalah sebuah bentuk perundungan.
Sebab, orang yang mengalami body shaming bisa jadi mendapatkan dampak psikologis dari apa yang dialaminya.
Mengapa seseorang bisa melakukan body shaming kepada orang lain?
Dilansir dari Healthline, body shaming adalah suatu dampak dari ekspektasi tentang bentuk tubuh.
Selama ini, bentuk tubuh yang dianggap baik di dalam masyarakat kebanyakan adalah yang kulit terang, hidung mancung, serta tubuh kurus dan tinggi.
Akibatnya, seseorang yang dirasa berada di luar standard kecantikan tersebut dirasa kurang tampan atau cantik.
Sementara itu, kebiasaan untuk mengomentari bagian tubuh seseorang bukan hal yang baru.
Ditambah lagi dengan adanya media sosial juga mendorong banyak orang untuk terang-terangan melakukan body shaming pada orang lain.
Melalui media sosial orang bisa saja tidak menghadirkan identitas aslinya dan menjadi anonim.
Hal ini membuat body shaming menjadi salah satu bentuk cyberbullying atau perundungan yang terjadi di dunia maya.
Sering kali, seseorang mengomentari bagian tubuh seseorang tanpa maksud untuk mengejek.
Misalnya, seseorang mengatakan, 'Kenapa tubuhmu bisa kurus? Apa jarang makan?'.
Mungkin orang yang mengatakan hal tersebut akan merasa itu adalah sebuah pujian atau candaan.
Namun, hal tersebut bisa saja membuat seseorang merasa tersinggung, terutama jika orang tersebut sudah menyadari akan kondisi tubuhnya.
Menurut Psychology Today, hal seperti ini bisa termasuk dalam kadar body shaming, terutama jika orang yang menjadi lawan bicara menjadi tersinggung walaupun tidak bermaksud begitu.
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Public Health di Harvard University, stereotip terhadap berat badan seseorang paling sering menjadi topik di berbagai obrolan yang bersifat body shaming.
Tidak hanya di media sosial, namun juga di interaksi langsung sehari-hari.
Kondisi psikologis korban body shaming adalah yang sampai saat ini menjadi keprihatinan banyak orang.
Dilansir dari Healthline, komentar yang bersifat mempermalukan seseorang berdasarkan kondisi tubuhnya seringkali menyebabkan stress.
Diskriminasi berdasarkan berat badan misalnya, bisa saja membuat seseorang mengalami depresi dan gangguan makan.
Akibatnya, tak hanya berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya saja.
Kesehatannya secara fisik juga terganggu akibat mengalami gangguan makan.
Orang yang mengalami gangguan makan berpotensi mengalami gangguan pencernaan, misalnya:
1. Sering sakit perut
2. Mual
3. Ada peningkatan dan penurunan yang drastis pada gula darah
4. Infeksi terhadap bakteri
5. Sembelit
Orang yang menjadi korban body shaming juga berpotensi akan mengalami binge-eating.
Perilaku binge-eating adalah terlalu sering makan dalam jumlah yang sangat banyak dan memiliki nafsu makan yang sangat sulit dihentikan.
Dilansir dari nationaleatingdisorders.org, orang dengan perilaku binge-eating akan mengalami masalah yang cukup serius dengan lambungnya.
Hal seperti ini bisa saja membahayakan kesehatan dan nyawa penderitanya.
Kasus body shaming banyak juga terjadi pada remaja.
Banyak tekanan yang dihadapi remaja mengenai bentuk tubuh dari teman sebaya, media sosial, bahkan anggota keluarga.
Menurut penelitian, gadis remaja adalah golongan yang paling berpotensi mengalami gangguan makan sebagai dampak dari body shaming.
Hal ini juga bisa menjadi kasus berantai, yaitu dari satu korban ke korban lain akan melakukan body shaming.
Masalah body shaming memang perlu diatasi agar tak menambah korban lagi.
Sedangkan mengatasi body shaming memerlukan usaha yang ekstra karena kebiasaan mengomentari tubuh seseorang sudah sangat mengakar di masyarakat.
Menurut Psychology Today, salah satu cara untuk mengatasi agar body shaming adalah meningkatkan body positivity.
Dengan body positivity, orang berhak merasa nyaman dengan bentuk tubuhnya sendiri tanpa harus menuruti standar kecantikan yang sudah ada.
Sehingga, orang menjadi lebih sadar dan menerima apa yang terjadi pada tubuhnya.
Namun, bukan berarti perilaku body positivity bisa digunakan untuk memperlakukan tubuh seenaknya.
Bukan berarti body positivity tidak perlu merawat kesehatan tubuh atau wajah.
Justru, body positivity dibangun untuk membuat orang lebih menyayangi dan lebih merawat kesehatan tubuhnya sendiri.
Sedangkan, jika menemukan seseorang yang melakukan body shaming tak ada salahnya bila ditegur.
Walaupun ia tak bermaksud untuk mengejek atau melakukan body shaming, akan lebih baik jika diberitahu bahwa hal tersebut bisa saja menyinggung perasaan orang lain.
Bagi yang sedang mengalami masalah dengan body shaming, tak ada salahnya meminta bantuan dari ahli psikologis.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Healthline,Psychology Today,Harvard School of Public Health,National Eating Disorders,Verywell Mind |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR