Dilansir dari Kompas.com, psikolog anak dan keluarga Irma Gustiana Andriana mengatakan bahwa orangtua tak perlu khawatir jika anak-anak mengidolakan sosok princess.
Sebab hal tersebut merupakan salah satu bagian dari fase perkembangan imajinasi anak.
"Anak ingin menjadi princess masih wajar karena daya khayal mereka tinggi, maunya meniru. Apalagi film Disney memang menarik, banyak musik dan tarian, sehingga anak-anak merasa jadi princess itu menyenangkan," ujar Irma seperti yang dikutip dalam Kompas.com.
Tak hanya mengidolakan, mereka juga kerap menirukan kebiasaan para princess.
Irma mengatakan hal ini wajar saja jika dilakukan karena anak ingin memenuhi rasa keingintahuannya merasakan diri seperti princess.
Meski wajar, tetapi Irma menekankan satu hal pada orangtua.
Irma mengajak orangtua agar tidak menjado konsumtif dengan membeli setiap barang bergambar tokoh idola anak, dalam hal ini princess.
"Kalau pakaian princess itu sangat mahal, coba sewa saja. Yang penting rasa ingin tahu anak terpenuhi. Anak-anak belum mengerti tentang harga, jadi kembali lagi ke orangtuanya. Keinginannya harus dialihkan dan dijelaskan alasan tidak membeli pakaian itu," jelas Irma.
Dari pada memenuhi keinginan anak untuk membeli setiap barang bergambar tokoh idolanya, sebaiknya orangtua menjelaskan nilai-nilai positif dari idolanya.
Misalnya seperti princess yang senang membantu teman atau sayang kepada orangtuanya.
"Anak ingin jadi princess masih wajar karena daya khayal mereka tinggi, maunya meniru. Apalagi film Disney memang menarik, banyak musik dan tarian, sehingga anak-anak merasa jadi princess itu menyenangkan," tutur Irma. Kebanyakan anak-anak bukan hanya menirukan kebiasaan para princess itu tapi juga ingin memakai pakaiannya. Irma mengatakan, hal itu karena anak ingin merasakan dirinya seperti princess. "Mereka ingin memenuhi rasa ingin tahunya. Yang penting buat dia itu menyenangkan," kata psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini. Walau demikian, orangtua juga perlu menahan diri agar anak tidak menjadi konsumtif dengan membeli setiap barang bergambar tokoh idola anak. "Kalau pakaian princess itu sangat mahal, coba sewa saja. Yang penting rasa ingin tahu anak terpenuhi. Anak-anak belum mengerti tentang harga, jadi kembali lagi ke orangtuanya. Keinginannya harus dialihkan dan dijelaskan alasan tidak membeli pakaian itu," ujar Irma. Ajak anak untuk mendapat nilai-nilai positif dari para tokoh idolanya, misalnya senang membantu teman atau sayang kepada orangtua. Kegemaran anak pada tokoh idolanya menjadi tidak wajar jika sudah mengarah pada obsesi. Menurut Irma, biasanya anak jadi ketularan orangtuanya. "Terkadang ibunya yang suka memaksakan, misalnya kalau pakai baju harus yang bergambar karakter tertentu," katanya. Seiring dengan perkembangan usia anak, biasanya di usia 6 tahun anak sudah melepaskan fanatismenya pada tokoh idolanya. "Di usia ini biasanya mereka sudah punya teman yang real, yang bisa diajak main," katanya.
"Anak ingin jadi princess masih wajar karena daya khayal mereka tinggi, maunya meniru. Apalagi film Disney memang menarik, banyak musik dan tarian, sehingga anak-anak merasa jadi princess itu menyenangkan," tutur Irma. Kebanyakan anak-anak bukan hanya menirukan kebiasaan para princess itu tapi juga ingin memakai pakaiannya. Irma mengatakan, hal itu karena anak ingin merasakan dirinya seperti princess. "Mereka ingin memenuhi rasa ingin tahunya. Yang penting buat dia itu menyenangkan," kata psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini. Walau demikian, orangtua juga perlu menahan diri agar anak tidak menjadi konsumtif dengan membeli setiap barang bergambar tokoh idola anak. "Kalau pakaian princess itu sangat mahal, coba sewa saja. Yang penting rasa ingin tahu anak terpenuhi. Anak-anak belum mengerti tentang harga, jadi kembali lagi ke orangtuanya. Keinginannya harus dialihkan dan dijelaskan alasan tidak membeli pakaian itu," ujar Irma. Ajak anak untuk mendapat nilai-nilai positif dari para tokoh idolanya, misalnya senang membantu teman atau sayang kepada orangtua. Kegemaran anak pada tokoh idolanya menjadi tidak wajar jika sudah mengarah pada obsesi. Menurut Irma, biasanya anak jadi ketularan orangtuanya. "Terkadang ibunya yang suka memaksakan, misalnya kalau pakai baju harus yang bergambar karakter tertentu," katanya. Seiring dengan perkembangan usia anak, biasanya di usia 6 tahun anak sudah melepaskan fanatismenya pada tokoh idolanya. "Di usia ini biasanya mereka sudah punya teman yang real, yang bisa diajak main," katanya.
"Anak ingin jadi princess masih wajar karena daya khayal mereka tinggi, maunya meniru. Apalagi film Disney memang menarik, banyak musik dan tarian, sehingga anak-anak merasa jadi princess itu menyenangkan," tutur Irma. Kebanyakan anak-anak bukan hanya menirukan kebiasaan para princess itu tapi juga ingin memakai pakaiannya. Irma mengatakan, hal itu karena anak ingin merasakan dirinya seperti princess. "Mereka ingin memenuhi rasa ingin tahunya. Yang penting buat dia itu menyenangkan," kata psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini. Walau demikian, orangtua juga perlu menahan diri agar anak tidak menjadi konsumtif dengan membeli setiap barang bergambar tokoh idola anak. "Kalau pakaian princess itu sangat mahal, coba sewa saja. Yang penting rasa ingin tahu anak terpenuhi. Anak-anak belum mengerti tentang harga, jadi kembali lagi ke orangtuanya. Keinginannya harus dialihkan dan dijelaskan alasan tidak membeli pakaian itu," ujar Irma. Ajak anak untuk mendapat nilai-nilai positif dari para tokoh idolanya, misalnya senang membantu teman atau sayang kepada orangtua. Kegemaran anak pada tokoh idolanya menjadi tidak wajar jika sudah mengarah pada obsesi. Menurut Irma, biasanya anak jadi ketularan orangtuanya. "Terkadang ibunya yang suka memaksakan, misalnya kalau pakai baju harus yang bergambar karakter tertentu," katanya. Seiring dengan perkembangan usia anak, biasanya di usia 6 tahun anak sudah melepaskan fanatismenya pada tokoh idolanya. "Di usia ini biasanya mereka sudah punya teman yang real, yang bisa diajak main," katanya.
KOMENTAR