Nakita.id - Akhir-akhir ini, Indonesia sempat beberapa kali diguncangkan kabar tak mengenakkan mengenai pelecehan seksual terhadap perempuan.
Beberapa waktu lalu, muncul pemberitaan tentang kasus pelecehan seksual yang terjadi pada tiga anak perempuan di Sulawesi Selatan.
Pelaku kasus pelecehan seksual tersebut adalah ayah kandung ketiga anak tersebut.
Sang ibu lalu melaporkan tindakan mantan suaminya tersebut pada pihak Kepolisian setempat.
Belum sempat kasus tersebut selesai, akhir Oktober lalu dunia pendidikan lagi-lagi diguncangkan dengan kasus pelecehan seksual.
Salah satu mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau mengaku mendapat perlakuan tak pantas dari sang dosen pembimbing.
Hal ini terjadi saat mahasiswi tersebut melaksanakan sesi bimbingan skripsi di area kampus.
Sampai hari ini, dosen pembimbing telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus tersebut.
Seperti yang kita ketahui, pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Perempuan kerapkali menjadi korban atas kekerasan yang berbasis gender tersebut.
Yang lebih memprihatinkan, ternyata di masa pandemi ini kekerasan seksual terhadap perempuan mengalami peningkatan.
Melansir dari laman resmi Komnas Perempuan, di ranah pribadi saja kekerasan seksual tahun 2020 terjadi sebanyak 1.983 kasus.
Angka ini adalah 30 persen dari keseluruhan data kekerasan terhadap perempuan yang didapat oleh Komnas Perempuan. Baca juga tentang pendidikan, teknologi, keuangan, informasi, dan sebagainya di website Nawasiana.
Tahukah, Moms, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, tak terkecuali yang masih di usia anak-anak, disebabkan salah satunya karena kurangnya pendidikan tentang seks dan reproduksi sejak dini.
Memang hingga saat ini pendidikan tentang seks dan reproduksi masih sering dihindari dan dianggap tabu.
Seringkali pendidikan tentang seks dan reproduksi disalahartikan sebagai mengajari anak untuk melakukan tindakan atau aktivitas seksual.
Padahal sebenarnya tidak demikian.
Malah, pendidikan seks dan reproduksi sebaiknya diajarkan oleh anak sedari dini, Moms.
Bahkan, menurut beberapa ahli, pendidikan mengenai seks dan reproduksi diajarkan sejak dini.
Melansir dari Kompas.com, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dr. Boyke Dian Nugraha mengatakan bahwa pendidikan seks dan reproduksi bahkan bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual.
"Anak-anak kita tidak mendapat pendidikan seksual sejak dini. Sementara orang yang mengincar anak ada di sekeliling kita," jelas dr. Boyke, melansir dari Kompas.com.
Menurut dr. Boyke, anak cenderung menjadi bingung untuk membedakan apakah hal ini perilaku yang baik atau tidak, apabila terjadi sesuatu padanya.
"Ketika terjadi pelecehan seksual, anak yang tidak tahu menganggap hal itu (pelecehan) bukan hal yang masalah," lanjut dr. Boyke.
Sehingga menurut dr. Boyke, jika pendidikan seks dan reproduksi diajarkan sejak dini maka anak mampu memahami tentang bagian tubuhnya.
Mana saja bagian tubuhnya yang boleh dipegang oleh orang lain, dan mana saja yang hanya boleh disentuh oleh dirinya sendiri dan orangtuanya.
Pendidikan seks dan reproduksi juga memberikan pemahaman tentang bahayanya seks bebas dan risiko kehamilan yang tidak diinginkan, bahkan hingga penyakit menular seksual.
Dr. Boyke menjelaskan karena minimnya pendidikan seks dan reproduksi ini, angka kehamilan yang tidak diinginkan menjadi sangat tinggi.
Dari laporan terpisah yang dilakukan Kompas.com, di Yogyakarta sendiri angka pernikahan dini akibat kehamilan tak diinginkan meningkat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta, Erlina Hidayati mengatakan bahwa hal ini disebabkan juga karena perubahan Undang-undang Pernikahan.
Dalam UU Pernikahan, batas usia minimum untuk menikah diubah menjadi 19 tahun yang semula 16 tahun.
Walaupun begitu, Erlina menjelaskan bahwa pernikahan usia remaja usia 13 hingga 18 tahun tetap terjadi.
Lalu, di usia berapa anak sebaiknya diajarkan tentang pendidikan seks dan reproduksi, Moms?
Melansir dari Kompas.com, bahkan di usia satu tahun, anak sudah bisa diajarkan pendidikan seks dan reproduksi.
Menurut Christin Wibhowo, dosen fakultas psikologi Unika Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah menjelaskan anak yang sudah dikenalkan dengan toilet training sudah termasuk pendidikan seks dan reproduksi.
Menurutnya, toilet training adalah pendidikan seks dan reproduksi paling mendasar dan sudah harus lulus dalam pendidikan ini.
Setelah itu, usia 2 hingga 3 tahun, Moms bisa mengenalkannya mengenai gender laki-laki dan perempuan.
Jelaskan pada anak bahwa keduanya memiliki perbedaan dari segi biologis.
"Kasih tahu bahwa untuk perempuan memiliki vagina, kalau laki-laki memiliki penis," jelas Christin, melansir dari Kompas.com.
Christin menyarankan untuk menjelaskan pada anak bahwa hal tersebut adalah penanda pembedanya laki-laki dan perempuan.
Moms juga wajib memberitahu bahwa bagian tersebut adalah yang tidak boleh disentuh dan dilihat oleh orang asing.
Memasuki usia sekolah, Moms bisa beri tahu pada anak bagaimana bayi bisa terbentuk di perut Moms.
Gunakan dengan bahasa yang mudah untuk dipahami.
Setelah itu, anak bisa memahami tentang pubertas.
Jelaskan pada anak bahwa pubertas setiap orang bisa berbeda-beda.
Beri pemahaman mengenai batas-batas usia seseorang mengalami pubertas.
Berikut adalah tips bagaimana memberikan pengetahuan mengenai seks dan reproduksi:
1. Lihat peristiwa di sekitar kita
Mungkin Moms merasa canggung apabila nantinya harus membicarakan perilaku seksual pada anak.
Ini sangat wajar terjadi.
Namun, untuk mengatasinya, Moms bisa memberikan pemahaman mengenai perilaku seksual pada anak melalui hal yang ada di sekitar kita.
Misalnya, pemberitaan mengenai kehamilan tak direncanakan dan lain-lain.
Ada baiknya Moms hindari percakapan di dalam mobil atau saat situasi yang membuat anak enggan untuk melakukan kontak mata dengan Moms.
2. Menjadi pendengar yang baik untuk anak
Moms wajib menjadi pendengar yang baik untuk anak.
Moms perlu menjadi memosisikan diri sebagai seseorang yang bisa diajak mengobrol dengan anak.
Baca Juga: Sering Tak Disadari, Kenali Tanda-tanda Alami 'Sexual Abuse' Berikut Ini
Dengan cara ini anak menjadi lebih nyaman untuk bercerita apapun pada Moms, termasuk tentang pendidikan seks dan reproduksi.
Moms sebaiknya mendengarkan dengan seksama, lalu menjelaskan secara jelas dan komprehensif.
Hindari penggunaan kata yang terkesan menceramahi atau menggurui.
Itulah yang Moms perlu lakukan untuk memberikan pendidikan seks dan reproduksi pada anak.
Pendidikan seks dan reproduksi sedari dini membuat anak mampu untuk memahami batasan yang perlu dibentuk antara dirinya dan orang lain.
Dengan begitu, anak bisa diberikan pemahaman sedari dini untuk mencegah peningkatannya peristiwa kekerasan seksual.
Selamat hari anti kekerasan terhadap perempuan, ya Moms.
Dorong Bapak Lebih Aktif dalam Pengasuhan, Sekolah Cikal Gelar Acara 'Main Sama Bapak' Bersama Keluarga Kita dan WWF Indonesia
Source | : | Komnas Perempuan,Kompas.com |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR