Nakita.id – Kita tentu sepakat bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bahkan kita juga mengenal istilah lain dari pendidikan anak usia dini sebagai “Taman Bermain”. Itu menandakan pentingnya bermain bagi anak sebagai sarana untuk belajar dan sarana bersosialisasi serta mengenal dunia.
Bermain mempunyai manfaat bagi anak dalam membantu perkembangan fisik. Selain itu, dengan bermain anak juga mampu mengembangkan keterampilan motorik kasar dan motorik halus. Dalam bermain anak juga belajar untuk melatih emosi dan meningkatkan kerja sama dengan teman sebaya.
Baca Juga: Perkembangan Anak, 3 Manfaat Tahapan Bermain dalam Masa Kanak-kanak Awal
Pakar psikologi perkembangan Elizabeth Hurlock dalam buku Development Psychology mengatakan bahwa bermain dalam dunia anak terbagi menjadi dua kategori, yaitu bermain aktif dan bermain pasif.
Ketika anak bermain secara aktif maka kegembiraan yang didapatkannya muncul dari apa yang dilakukannya, misalnya dengan bermain mobilan atau boneka. Sedangkan bermain pasif berarti anak mendapat kegembiraan dengan hiburan yang diberikan oleh aktivitas yang dilakukan orang lain, misalnya menonton film atau mendengarkan dongeng.
Lalu pada usia berapa anak bisa diajak bermain?
Bila kita menganggap bermain adalah permainan yang melibatkan gerakan fisik yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya maka kita cenderung menganggap anak bisa bermain ketika gerakan motorik kasar dan halusnya sudah mulai ada.
Namun, dengan melihat pendapat dari Hurlock di atas kita bisa melihat bahwa sejak bayi pun anak bisa diajak bermain, yaitu bermain secara pasif.
Dan hal itu utamanya bisa dilakukan oleh sosok ibu yang mengasuh si bayi.
Baca Juga: Obat Ruam Popok pada Bayi Ternyata Cukup Bermodalkan Air Hangat, Begini Cara Menggunakannya
Dalam hal ini, ibu yang selalu berjaga di sisi bayi mulai memberikan stimulasi hingga tingkah laku anak dapat berkembang sebagai awal dari sebuah permainan.
Seperti ditulis oleh Monks dan Knoers dalam buku Psikologi Perkembangan, seorang ibu sejak awal kerap memberikan bentuk komunikasi dengan bayi yang dapat menimbulkan ekspresi bermain.
Misalnya, ibu mengangkat alis, membuka dan menutup mata, menjauhkan dan mendekatkan muka, lalu mengeluarkan berbagai bunyi dengan mulut sesungguhanya adalah bentuk permainan awal.
Interaksi antara ibu dan anak tersebut merupakan sumber fundamental permainan yang melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif.
Menurut Monks dan Knoers, ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa banyaknya sikap bermain pada umur anak lebih besar akan sangat dipengaruhi oleh sifat hubungan interaktif antara ibu dan anak pada awal kehidupan bayi seperti dijelaskan di atas.
Baca Juga: Berapa Bulan Bayi Bisa Duduk, Berdiri Lalu Berjalan, Kenali Tahapannya
Alasannya adalah bahwa ciri-ciri struktural semua macam permainan telah ada dalam interaksi ibu dan bayinya yang baru lahir.
Dan itu akan menjadi dasar anak senang melakukan permainan di kemudian hari, baik itu permainan seorang diri maupun dengan teman-teman sebayanya.
(Penulis: David Togatorop S.S, M.Hum - Editor in Chief Nakita.id)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR