Nakita.id – Mengajarkan anak laki-laki untuk kuat sejak dini memang memiliki tujuan yang baik untuk anak
Sejak kecil, banyak anak laki-laki yang diajarkan untuk menjadi pria yang tangguh dan kuat.
Mereka kemudian memandang aktivitas “rumahan” seperti memasak dan menyapu hanya patut dilakukan perempuan.
Anggapan yang lalu kepleset menjadi perilaku menonjolkan kekerasan ini merupakan contoh dari toxic masculinity.
Toxic masculinity dapat didefinisikan sebagai perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki.
Dalam toxic masculinity, definisi maskulinitas yang lekat sebagai sifat pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi.
Dan juga kata-kata larangan yang sering diberikan kepada anak laki-laki, seperti “Masa laki-laki nangis”, “Laki-laki kok lemah”, “Laki-laki masa enggak berantem” dan lain sebagainya.
Toxic masculinity bisa membuat seorang anak laki-laki merasa gagal ketika mereka tak bisa memenuhi tuntutan yang ekstrem tersebut.
Sehingga, hal ini tentu bisa memengaruhi kesehatan mental mereka.
Tidak hanya itu, toxic masculinity tentu juga akan memengaruhi relasi anak laki-laki dengan pasangannya kelak saat mereka dewasa.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Debora Julianti |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR