Nakita.id - Kembali terjadi kasus miris yang menimpa seorang ibu.
Sebelumnya jagat media sosial dihebohkan dengan seorang ibu yang menggorok ketiga anaknya karena depresi.
Saat dimintai keterangan, ia mengaku tak ingin buah hatinya tersakiti karena sering dibentak seperti dirinya dulu.
Sehingga ia memilih untuk membunuh anak-anaknya agar tak tersakiti.
Kini kembali terjadi kasus serupa karena ibu yang tertekan oleh pandangan lingkungan sekitarnya hingga melenyapkan nyawa anaknya sendiri.
Dilaporkan Kompas.com, FN (25), warga Dusun Bregoh, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Jember membuang bayi kandungnya ke sumur.
Bayi tersebut dibuang pada Rabu (23/3/2022) siang hari. Namun sang ibu pura-pura panik saat bayinya hilang.
Bahkan sempat diinformasikan ada yang menculik hingga disembunyikan makhluk halus.
Namun ketika ditelusuri Polres Jember, hasilnya sang ibu ditahan karena merupakan pelaku pembuangan terhadap anaknya sendiri ke sumur hingga tewas.
Dikutip dari Kompas.com, Kasat Reskrim Polres Jember, AKP Komang Yogi Arya Wiguna mengatakan, pelaku pembuang bayi tersebut mengaku sering di-bully.
Lantaran ia tak bisa memberikan Air Susu Ibu (ASI) untuk sang bayi dan harus menggunakan susu formula.
Bahkan karena alasan itu ia dianggap bukan wanita sempurna hingga membuatnya tertekan.
“Tersangka FN mengaku sering di-bully, dianggap wanita kurang sempurna karena bayinya tidak diberi ASI," jelas Komang pada Kompas.com via telpon Minggu (27/3/2022).
FN diduga tidak kuat dengan perundungan itu hingga tega membuang bayinya ke sumur.
Namun, Komang tak menyebut siapa yang membully pelaku hingga melakukan perbuatan itu.
Bahaya Mom Shaming
Kejadian Mom Shaming seperti yang dialami FN memang tak bisa dianggap sepele, Moms.
Mom Shaming adalah sebuah perilaku mempermalukan ibu lain dengan cara menampilkan diri sebagai ibu yang lebih baik, lebih hebat, dan paling sempurna.
Mungkin Moms pernah mendengar komentar orang yang ditujukan kepada seorang ibu dengan kalimat yang cenderung melecehkan.
Seperti misalnya, ”Ih, kok nyusuinnya gitu?", "Kok anaknya minum susu formula sih? Memang ASI-nya nggak keluar?", dan sebagainya.
Mungkin tampak seperti hanya basa-basi, tapi ucapan tersebut bisa membuat ibu merasa dihakimi atas apa yang telah ia lakukan pada anaknya.
Padahal faktanya, belum tentu mereka yang mencibir itu mengerti betul dan lebih baik dalam mengurus anak.
Mereka juga belum tentu memahami apa tantangan yang dialami para ibu.
Seorang dokter Richard A. Honaker menyatakan bahwa "mom-shaming" bisa menimbulkan reaksi kimia abnormal dalam otak.
Hasilnya, Moms bisa menjadi tidak percaya diri hingga depresi.
Bagi Moms mengalami mom shaming penting untuk memiliki kemampuan memanajemen emosi dan stres.
Apabila mom-shaming datang dari keluarga atau lingkungan pertemanan, Moms bisa coba merespon dengan tenang serta memilah komentar yang menurut Moms sejalan dan bisa membantu dari sudut pandang yang Moms alami.
Jika mom shaming datang dari orang tak dikenal, maka Moms tidak memiliki kewajiban untuk mendengarkan.
Sementara bila mom shaming yang Moms alami terjadi di dunia maya, maka Moms memegang kendali penuh untuk tidak menggubrisnya.
Komentar apapun yang Moms terima dan sifatnya tidak membangun tak perlu dihiraukan.
Percayalah bahwa apa yang Moms lakukan adalah yang terbaik untuk Si Kecil dan juga diri sendiri.
Pilihlah lingkungan yang membuat Moms berkembang lebih baik, bukan malah menjadi sedih atau tertekan.
Libatkan pula suami dalam proses pengasuhan dan sebagai tempat untuk berbagi cerita.
Jika mulai merasa tak sanggup menghadapi mom shaming, Moms bisa mencari bantuan kepada ahlinya seperti psikolog dan lembaga konseling.
Bagaimana dampak mom shaming yang diterima ibu terus-menerus dapat menyebabkan depresi? Cek jawabannya di halaman 3 (*).
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR