Nakita.id - Sering ditanyakan para orangtua, apakah anak pendek jadi tanda-tanda kekurangan nutrisi?
Penting untuk diingat, kebutuhan nutrisi anak harus selalu dipenuhi setiap harinya.
Bahkan, sejak 1000 hari pertama kehidupan anak, yaitu dari masa kehamilan (270 hari) sampai anak berusia 2 tahun (730 hari).
Sebab, kebutuhan nutrisi yang tercukupi akan mendukung tumbuh kembangnya secara optimal.
Juga, mencegah terjadinya masalah tumbuh kembang kedepannya.
Maka, Moms diharapkan bisa memastikan agar anak tetap mendapat asupan nutrisi yang baik, sehat, dan beragam setiap harinya.
Mungkin Moms sering khawatir kalau tumbuh kembang anak tidak bertambah-tambah atau pendek.
Sampai akhirnya Moms berpikir kalau ada yang kurang dari kebutuhan nutrisinya.
Lantas, benarkah anggapan tersebut? Yuk, kita simak jawaban dari ahlinya!
Menurut dr. Kornelia Ranti, Sp.A, dokter spesialis anak di Rumah Sakit EMC Tangerang, anggapan terkait anak pendek jadi tanda-tanda kekurangan nutrisi itu tergantung kondisi anak tersebut.
“Itu harus dilihat dulu nih, anak pendek itu kita ukur. Apakah dia memang perawakan pendek karena genetiknya, atau perawakan pendek karena kebutuhan nutrisi yang tidak tercukupi?” ucap dr. Kornelia saat diwawancarai Nakita pada Kamis lalu (12/5/2022).
Lalu, bagaimana cara para dokter membedakannya?
“Kita lihat berat badan per umurnya. Kita lihat dari mulai berapa kilogram, kemudian selama pertumbuhannya itu rupanya sesuai kurva pertumbuhan atau tidak?” terang dr. Kornelia.
“Kalau memang dia kurva pertumbuhannya sesuai, terus berat badannya sesuai, tingginya tapi pendek, kemungkinan perawakan pendek kita lihat dari orangtuanya, genetiknya,” lanjutnya menerangkan.
Akan tetapi, lanjut dr. Kornelia, kalau kurva berat badan anak secara usia tidak sesuai dengan arah garis pertumbuhan, kemungkinan pendeknya itu akibat kekurangan nutrisi.
“Itu yang disebut dengan stunting,” katanya.
Nah, bagaimana cara memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak stunting?
“Untuk mengoptimalkannya, untuk makanan kadang saya sarankan anak-anak itu mengonsumsi, setiap makan ditambahkan mentega dan keju. Jadi, lemaknya banyak,” saran dr. Kornelia.
“Kemudian yang kedua, kalau bisa lauknya dua. Saya bilang lauknya dua tuh misalnya apa? Ayam sama daging, kita jadikan satu dalam satu menu ya. Kemudian bisa ati sama ayam, bebas,” tambahnya.
Namun, dr. Kornelia tetap mengingatkan untuk menambahkan sayuran ke dalam makanan anak-anak.
Selain itu, dr. Kornelia juga menyarankan untuk mengonsumsi susu yang isokalori, jika anak sudah terbiasa mengonsumsi susu formula.
“Sekali minum, maka kalorinya adalah 100%, 100 kalori. Sedangkan, susu merek lain yang bukan isokalori itu hanya 70% dari volume yang diberikan,” jelasnya.
“Tetap nanti akan saya tambahkan misalnya, karena pemenuhan mikronutriennya enggak tercukupi, kadang saya tambahkan vitamin,” lanjutnya.
dr. Kornelia pun berharap, untuk anak-anak ini sebelum mencapai usia 2 tahun sudah bisa terdeteksi.
“Karena apa? Kalau sudah 2 tahun agak sulit. 2 tahun ke atas itu sulit untuk memperbaikinya, dan itu akan mempengaruhi kognitifnya, kecerdasan anak,” terang dr. Kornelia.
“Jadi ya, berat badan atau tinggi bisa dikejar, tapi kognitif itu sudah terlewat kalau sudah 2 tahun. Jadi, kadang kepandaiannya agak di bawah dengan yang nutrisinya tercukupi,” lanjutnya.
6 Tips Membujuk Anak Agar Nyaman Menjalani Pemeriksaan dan Perawatan Saat Sakit
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR