Nakita.id - Kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang dapat menyerang perempuan dari berbagai jenjang usia dan menempati peringkat kedua sebagai jenis kanker yang paling banyak diderita perempuan Indonesia.
Meski termasuk jenis kanker yang mematikan, risikonya dapat dicegah dengan pemeriksaan secara terpersonalisasi sejak dini yang didukung inovasi-inovasi dalam skrining kanker serviks yang berkualitas.
Sayangnya, masyarakat masih menemui hambatan dalam melakukan deteksi dini risiko kanker serviks, khususnya di negara-negara ekonomi menengah ke bawah.
Untuk itu, topik ini menjadi bahasan utama pada sesi media bertajuk “Inovasi Deteksi Dini untuk Meningkatkan Cakupan Skrining Kanker Serviks di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Roche Indonesia, pada Kamis (19/5/2022).
Dalam acara tersebut, hadir Ahmed Hassan selaku Director, Country Manager Diagnostics, Roche
Indonesia.
Ahmed sempat memaparkan jika hampir sebagian dari masyarakat global memiliki hambatan untuk bisa melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Hambatan pemeriksaan dini kanker serviks terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor, seperti minimnya informasi, biaya yang dianggap mahal, dan ketakutan masyarakat akan dikucilkan jika hasil tes positif.
Padahal, dengan pemeriksaan secara dini bisa meningkatkan angka harapan hidup bagi pemilik kanker serviks dan mencegah gejala yang lebih berbahaya.
“Menurut survei global kami, 60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif. Hal ini menjadi hambatan-hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit. Pada kanker serviks yang terlambat dideteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks dapat turun menjadi kurang dari 20 persen. Karenanya, akses yang lebih luas untuk deteksi dan perawatan kanker serviks yang inovatif menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas kesehatan perempuan,” ucap Ahmed Hassan.
Pada 2020, WHO mencatat sebanyak 21.003 kasus kematian perempuan di Indonesia karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi virus Human Pappilomavirus Genital (HPV).
Penularan dapat terjadi salah satunya melalui hubungan intim, meskipun tanpa gejala, infeksi dapat berlanjut beberapa tahun setelah terpapar virus HPV.
Pemeriksaan fisik melalui deteksi dini yang inovatif hingga penanganan infeksi virus HPV untuk mencegah penularan, perlu diinformasikan secara berkala agar kesadaran masyarakat semakin meningkat.
Salah satu inovasi pengujian kanker serviks adalah cobas® HPV, yang diakui dalam penelitian ATHENA sebagai prediktor superior risiko kanker serviks.
Inovasi ini menyederhanakan tahapan skrining pasien dengan menekankan pada tingkat akurasi dan sensitivitas tinggi, sehingga dapat menyaring lebih banyak pasien berpotensi kanker serviks.
Inovasi ini juga memungkinkan tenaga kesehatan profesional untuk mendeteksi 14 virus HPV yang berisiko menyebabkan kanker serviks.
Skrining kanker serviks dengan cobas® HPV dapat diakses di berbagai laboratorium maupun rumah sakit berbagai daerah di Indonesia.
Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof. Dr. dr. Andrijono, SP.OG(K)-Onkdalam acara yang sama juga turut memaparkan bahwa setiap perempuan yang telah melakukan hubungan seksual diwajibkan untuk melakukan deteksi dini dengan melakukan beberapa tahapan untuk mengidentifikasi risiko, sebelum timbulnya gejala.
“Perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual rentan terhadap risiko penularan virus HPV.
Pada tahap ini, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin
banyaknya keterlambatan penanganan pada kanker serviks. Ada tahapan-tahapan teknis dalam
mendeteksi virus HPV melalui tes HPV DNA, seperti skrining pra kanker untuk mengidentifikasi risiko sebelum munculnya gejala, kolposkopi untuk menindaklanjuti tes skrining kanker serviks yang abnormal, dan konfirmasi adanya kanker melalui pengambilan sel dari leher rahim untuk pemeriksaan laboratorium,” ucap Prof. Dr. dr. Andrijono, SP.OG(K)-Onk.
Salah satu penyintas kanker serviks, Shanty Eka Permana, turut menceritakan pengalamannya dalam berjuang melawan penyakit ini.
Shanty menjelaskan bahwa keputusan untuk memeriksakan diri tidaklah mudah.
Selain karena takut menerima hasil pemeriksaan, ia menunjuk minimnya sumber informasi tepercaya dan mudah dipahami sebagai alasan menunda tes.
Oleh karena itu, penyebaran informasi dan akses yang lebih luas terhadap kemajuan maupun inovasi deteksi dini kanker serviks menjadi harapan terbesar bagi pasien, dalam memperoleh pengalaman perawatan yang sesuai kebutuhan masing-masing.
Dalam mewujudkan akses yang lebih luas terhadap inovasi deteksi dini, perlu didukung dengan
kolaborasi antarlembaga pemerintah, swasta, dan komunitas.
Kolaborasi tersebut dapat diperkuat melalui tata laksana atau panduan dalam penanggulangan kanker serviks, seperti melalui SK Menkes No. 1163/MenKes/SK/2007, yaitu terbentuknya kelompok kerja pengendalian penyakit kanker leher rahim dan payudara.
Koordinator Substansi Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Aldrin Neilwan Pancaputra, Sp.Ak, MARS, M.Biomed, M.Kes, S.H memaparkan jika pihaknya akan terus berupaya untuk mengutamakan akses pemeriksaan secara dini.
Dengan bekerjasama bersama berbagai pihak, diharapkan sosialisasi pemahaman kanker serviks bisa diterima, dipahami, dan dianggap penting oleh masyarakat luas.
“Akses deteksi dini dan perawatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah. Terbentuknya
kelompok kerja yang saat ini sudah berjalan membawa kami bekerja erat dengan berbagai lembaga swasta maupun masyarakat untuk menyosialisasikan pemahaman dasar mengenai kanker serviks. Kami akan terus melakukan evaluasi secara berkala terkait perkembangan teknis penyelenggaraan penanggulangan, khususnya dalam deteksi dini. Harapan kami, semakin banyak masyarakat yang dapat kami jangkau ke depannya,” ungkap dr. Aldrin.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR