Nakita.id - Sejak masa pandemi, sudah banyak orang yang mengalami perubahan hidup secara drastis.
Mulai dari kehilangan pekerjaan, pengangguran dalam waktu lama, hingga kesulitan mencari pekerjaan.
Akibatnya, hal-hal seperti ini dapat memicu kesehatan fisik bahkan mental mereka.
Namun, semua itu berubah ketika cukup banyak orang yang tergabung dalam fandom.
Sebagai informasi, fandom adalah kumpulan orang-orang (fans) yang menggemari suatu topik atau objek tertentu.
Seperti misalnya pop idol, games, manga, olahraga, hobi, dan bidang lainnya.
Di masa pandemi ini, jumlah fandom kerap mengalami peningkatan secara signifikan yang mana berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang.
Lantas, sebesar apa pengaruh fandom dalam kehidupan fans itu sendiri?
Lalu, bagaimana fandom mengubah pola perilaku masyarakat ASEAN dan Indonesia khususnya?
Untuk menjawab hal tersebut, pada Kamis lalu (19/5/2022), Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN), institusi yang berada di bawah naungan salah satu perusahaan periklanan ternama di Jepang Hakuhodo Inc., mengumumkan temuan dari riset terbarunya berjudul “Into the Fandom: How Tribes of Fans will be the Next Power in Society?”
Hasil penelitian dari HILL ASEAN ini dijabarkan melalui Forum HILL ASEAN ke-8 yang kali ketiga diselenggarakan secara virtual, dan dihadiri oleh perusahaan serta media dari negara-negara ASEAN dan Jepang.
Sebagai informasi, penelitian dengan metode survei kuantitatif dan kualitatif ini dilakukan di 6 (enam) negara ASEAN dan Jepang.
Penelitian ini menganalisis lebih dalam terkait sikap dan perilaku masyarakat yang tergabung dalam fandom.
Hasil survei ini dapat menjadi indikator berbasis fakta, yang nantinya akan menciptakan perspektif baru dalam membantu strategi pemasaran dari produk-produk konsumen di negara-negara ASEAN.
Hal ini sejalan dengan misi dan komitmen HILL ASEAN untuk selalu mendukung aktivitas pemasaran perusahaan-perusahaan di ASEAN.
Meski kehadiran fandom di ASEAN sendiri bukanlah hal yang baru, dengan kondisi pandemi Covid-19 ini, jumlah orang yang mengikuti komunitas fandom meningkat secara signifikan karena masyarakat menjadi lebih punya banyak waktu di rumah dan mencari cara yang paling memungkinkan untuk mengakses hal yang mereka sukai dan memenuhi afirmasi diri.
Di sisi lain, antusiasme terhadap fandom juga mengingatkan tentang berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang telah mengakar di ASEAN dan sulit atau tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat umum.
“Komunitas fandom di ASEAN merupakan bentuk ‘masyarakat ideal’ atau ‘utopia’ dimana semua anggota sama sejajar–tidak ada hierarki, berkomunikasi dengan bebas, tidak memandang usia, jenis kelamin, kebangsaan, atau status ekonomi dan sosial,” jelas Devi Attamimi selaku Institute Director, HILL ASEAN dan Executive Director Strategy, Hakuhodo International Indonesia dalam Forum HILL ASEAN ke-8 yang diselenggarakan pada Kamis siang lalu (19/5/2022).
“Dapat dikatakan, keragaman dan kesetaraan sungguh diwujudkan dalam komunitas ini sehingga terbentuk hubungan dan solidaritas yang murni tanpa untung atau rugi,” lanjut Devi menjelaskan.
Tak hanya itu, HILL ASEAN juga menyebut fandom ini sebagai ‘MATTER-VERSE’, sebuah komunitas ideal yang merespon kebutuhan penting masyarakat yang sulit dicapai di dunia nyata.
Komunitas fandom ASEAN memiliki beberapa keunikan yaitu, kesetaraan (tidak ada diskriminasi atau prasangka), kreativitas (bekerja sama merencanakan sesuatu untuk bersenang-senang), sebagai keluarga kedua (saling percaya dan membantu satu sama lain), dan memiliki kekuatan kelompok (memanfaatkan kekuatan bersama untuk memberikan pengaruh).
Hal ini jauh berbeda dengan masyarakat Jepang yang menggunakan fandom untuk bersenang-senang, dan mengatasi rasa kesepian atau stres.
“Terdapat tiga matters atau hal penting yang ingin dipenuhi oleh masyarakat ASEAN melalui fandom,” terang Devi.
“Yaitu, (1) To Matter–membuat mereka merasa keberadaannya di dunia ini penting; (2) To have something that matters–memungkinkan mereka untuk memiliki atau melakukan sesuatu yang berarti; (3) To have my hopes that matters fulfilled–memberi ruang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mereka anggap paling penting,” katanya menerangkan.
Devi pun melanjutkan, temuan riset ini menjadi bukti bahwa komunitas fandom adalah sebuah utopia dengan tatanan ekonomi dan sosial yang baru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek fandom yang paling banyak diikuti di ASEAN selama pandemi sesuai urutan adalah K-Pop, game, dan memasak.
Secara khusus, urutan subjek fandom terbanyak di Indonesia adalah memasak, game, dan K-Pop.
Selain itu, sekitar 83% masyarakat ASEAN juga mengakui mereka memiliki brand yang sangat disukai dan menjadi fans dari brand tersebut.
Alasannya adalah, kualitas produk atau layanan yang baik, adanya nilai emosional, dan didukung komunitas fandom yang tak terbatas.
“Seperti tahun-tahun sebelumnya, hasil riset ini diharapkan dapat memberikan energi baru dan positif bagi kita semua,” ungkap Irfan Ramli, CEO Hakuhodo International Indonesia.
“Kehadiran fandom dapat menjadi sebuah kesempatan dalam membuka peluang pasar, dengan memanfaatkan karakter konsumen pada brand, menuju ke arah yang lebih baik,” lanjut Irfan.
Hakuhodo International Indonesia dan Hakuhodo di seluruh dunia, menjalankan usahanya dengan melandaskan diri pada filosofi ‘sei-katsu-sha’.
Artinya, Hakuhodo memandang konsumen dengan perspektif 360 derajat, lebih dari sekedar pembeli yang melakukan fungsi ekonomi, tetapi sebagai individu yang dipandang secara holistik dengan gaya hidup, mimpi, dan aspirasi berbeda-beda.
“Kami akan terus mendukung aktivitas pemasaran perusahaan di ASEAN melalui riset berkelanjutan mengenai sikap dan perilaku konsumen ASEAN,” tutup Irfan.
Baca Juga: Hobi Masak, Intip Dapur di Rumah Bunga Citra Lestari, Nyaman Banget!
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR