Nakita.id - Akhir-akhir ini makin banyak anak rentan terkena tipes, bahkan anak yang masih kecil sekalipun.
Karena, orangtua wajib tahu mengenai gejala tipes pada anak serta pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengurangi sakit dan menyembuhkan.
Gejala khasnya, demam yang makin meninggi di waktu malam dan kemudian mereda pada pagi harinya.
Demamnya bisa berlangsung lebih dari seminggu.
Gejala lainnya adalah lidah tampak kotor (bagian tengahnya berwarna putih, sementara pinggirnya merah), lemas, pusing, sakit perut, mencret atau malah sembelit, mual berat dan bisa sampai muntah.
Kalau sudah parah atau jika bakteri sudah masuk otak, anak akan kejang-kejang, tak sadarkan diri, koma beberapa saat, bahkan bisa meninggal.
Demam pada tifus datang perlahan.
Di siang hari penderita bisa terlihat segar namun di sore dan malam hari muncul demam.
Suhu tubuh di hari pertama bisa saja hanya menunjukkan 36-37 derajat Celsius, namun makin hari akan semakin tinggi.
Pada hari ke-3 atau ke-4, penderita baru terlihat sakit karena setelah 24-72 jam kuman telah mencapai organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal.
Di hari ke-7 suhu tubuh penderita bisa mencapai 40 derajat Celsius.
Masa inkubasi atau masuknya kuman/virus ke dalam tubuh manusia sampai timbul gejala awal penyakit, rata-rata berlangsung antara 7-14 hari.
Pada masa awal ini akan timbul gejala yang tidak spesifik.
Contohnya seperti tak enak badan, lesu, sakit kepala, dan lemas.
Itulah mengapa, di masa awal ini, dokter sulit untuk membedakannya dengan penyakit demam lainnya bila tak melakukan pemeriksaan laboratorium dan biakan kuman dari darah penderita.
Di akhir masa inkubasi, terjadi pelepasan endoktoksin yang menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid.
Oleh sebab itu, puncak penyakit ini biasanya terjadi pada akhir minggu pertama.
Sedangkan setelah minggu kedua, gejalanya kian jelas disertai demam tinggi yang terus-menerus dan tidak lagi naik-turun.
Tipes atau demam tifoid adalah infeksi mendadak yang disebabkan bakteri Salmonella typhi.
Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh.
Juga ada di makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Dia masuk ke tubuh melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Bila demam tifoid masih terbilang ringan, istilahnya gejala tifus atau paratifus, cukup dirawat di rumah.
Dokter akan menyarankan banyak istirahat, banyak minum, dan obat antibiotik yang diberikan harus dihabiskan.
Sayangnya, diagnosa demam tifoid pada anak-anak cukup sulit dilakukan. Pada sejumlah anak, mereka tak mengeluh mual, pusing, atau suhu tubuhnya tinggi. Anak hanya bisa menangis atau rewel.
Pemeriksaan laboratorium pun kerap sulit dilakukan karena anak umumnya meronta jika harus diambil darahnya.
Meski jarang, dapat pula terjadi tifus yang berat, dalam keadaan ini penderita diharuskan menjalani perawatan di rumah sakit.
Biasanya selama 5-7 hari harus terus berbaring. Setelah melewati hari-hari itu, proses penyembuhan dilanjutkan dengan memobilisasi bertahap. Hari pertama, anak didudukkan 2 x 15 menit, lalu meningkat 2 x 30 menit di hari kedua, dan seterusnya. Baru kemudian belajar jalan.
Yang jelas, pengobatan demam tifoid harus menyeluruh dan tuntas. Kalau tidak, kelak dapat kambuh kembali.
Selain itu, jika demam tifoid sudah tergolong berat, akan sulit diobati apabila sudah terlanjur terjadi komplikasi.
Misal, bakteri sudah membuat usus bocor (perforasi) sehingga timbul perdarahan ketika buang air besar (BAB). Usus pun sudah sulit sekali mencerna makanan karena selaputnya sudah terinfeksi (peritonitis), sehingga harus dioperasi.
Serangan lainnya adalah ke paru-paru yang membuat penderita sulit bernapas. Yang lebih parah, jika bakteri sudah masuk ke otak. Anak akan kejang-kejang, tak sadarkan diri, bahkan koma beberapa saat.
Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika ia terserang penyakit ini. (Sumber: Tabloid Nakita)
Toys Kingdom dan MilkLife Wujudkan Senyum Anak Negeri untuk Anak-anak di Desa Mbuit
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR