Biasanya anak yang banyak bertanya dianggap cerdas.
Padahal, tak demikian kenyataannya.
Anak yang cerdas sudah bisa membentuk kalimat dan ada kontak dalam pembicaraan di mana anak bertanya dan kita harus menjawab.
Jenis/bentuk pertanyaan yang diajukan juga berbeda. Anak yang biasa-biasa saja, lebih banyak mengajukan pertanyaan "Apa" dan "Di mana".
Misal, "Apa nama benda itu?" Sedangkan anak cerdas lebih sering menggunakan kata tanya "Mengapa". Misalnya, "Mengapa bulan ada di langit?" Intinya, pertanyaan yang jawabannya merupakan hubungan sebab-akibat.
Selain itu, harus juga dilihat kalau dia bercerita apakah jalan ceritanya runtut atau tidak, apakah satu cerita berkesinambungan dengan cerita lain.
Selain juga, cerdas-tidaknya si anak jangan hanya dilihat dari satu aspek saja. Sebab, ada anak yang cerdas dalam aspek bahasa, tapi kurang dalam aspek nonverbal.
Misal, anak yang pandai bicara dan keinginan tahunya besar lantaran perkembangan bahasa dan bicaranya memang pesat.
Tapi kalau si anak diberikan permainan yang sifatnya konstruktif seperti puzzle, ternyata hasilnya tak begitu baik.
Sebaliknya, ada anak yang tak banyak bicara, untuk mengutarakan pikiran dan perasaannya tak lancar, tapi untuk hal-hal yang sifatnya teknis ternyata ia sangat menguasai.
Jadi, ada memang anak yang cerdas di bidang bahasa, tak demikian dengan bidang lain. Begitupun sebaliknya. (Sumber: Tabloid Nakita)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR