Nakita.id - Hal yang tak kalah penting dalam persiapan persalinan adalah dukungan suami kepada istri akan melahirkan.
Bahkan dukungan suami kepada istri akan melahirkan merupakan salah satu hal yang dapat melancarkan persalinan.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan sebagai dukungan suami kepada istri akan melahirkan.
Tentu saja, bentuk dukungan ini wajib dikuasai para suami jelang istri melahirkan.
Pasalnya, keberadaan suami sangat dibutuhkan oleh istri dalam melewati detik demi detik penantian kelahiran sang buah hati.
Tanpa pendampingan suami, mental istri akan down.
Memang, bisa saja pendampingan dilakukan oleh orang tua, kakak, atau saudara si ibu.
Namun, jauh lebih baik bila suamilah yang mendampingi istrinya, sejak dari rumah hingga proses persalinan di tempat bersalin.
Dengan begitu, si ibu merasa mendapat support dan merasa bahwa suaminya tercinta memang peduli serta sayang padanya. Ini sangat meringankan beban mentalnya.
Walau bagaimanapun, kekuatan mental ibu yang akan melahirkan paling dominan berada pada suami.
Jadi, di samping anggota keluarga lain dan teman dekat, yang dapat membuat mental istri kuat dalam menghadapi proses persalinan yang tak menentu itu ialah ada dorongan, hubungan erat, serta saling berbagi antara istri dan suami.
Pasalnya, suamilah yang merupakan bagian dari penderitaannya atau dialah ayah dari bayi yang akan dilahirkannya.
Makanya si istri pun ingin agar suami ikut berbagi penderitaanlah dengannya.
Nah, dengan suami hadir di sampingnya, setidaknya istri tak merasa menanggung penderitaan sendirian.
Selain itu, bukankah dalam agama pun dikatakan bahwa proses melahirkan adalah antara hidup dan mati, hingga sebaiknya suami ada di sampingnya.
Namun, dalam pendampingan itu, suami jangan hanya sebatas menemani, tapi harus mau diajak sharing.
Suami juga harus mau ikut merasakan kebahagiaan maupun “kesakitan” yang dirasakan istri.
Jangan malah menceritakan hal-hal yang sepatutnya tak usah diketahui si ibu, seperti temannya yang meninggal karena melahirkan atau tentang turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Suami harus memahami bahwa saat itu si ibu sedang tak nyaman. Bujuk dan beri pengertian padanya.
Misal, “Ya, saya tahu, kamu sedang merasa tak nyaman. Tapi, kalau kamu mengingat kembali latihan pernapasan saat senam hamil, jauh lebih meringankan.”
Jadi, pendamping/suami hanya bersifat membikin tenang, dalam arti, dia tak galau, tak gampang menyerah.
Tentu saja, dalam memberi ketenangan pada si ibu, pendamping/suami jangan menunjukkan rasa panik pula.
Suami pun harus santai. Jangan sampai kecemasannya terlihat tanpa disadari. Bukankah kecemasan tak hanya terungkap lewat kata-kata, tapi juga lewat bahasa nonverbal?
Jadi, berilah perhatian, kasih sayang dan peduli, serta ikut merasakan.
Dengan demikian, bila ada sesuatu hal yang tak menyenangkan pada kehamilannya, dia bisa mendapatkan dukungan hingga bisa lebih tenang menghadapinya.
Suami pun harus sabar dan rela kalau dimaki-maki, dicubit ataupun dicengkeram saat Ibu sedang menahan rasa sakitnya.
Jangan pula tersinggung bila istri tak bereaksi atau malah terganggu kala kita berusaha menghiburnya.
Pahamilah bahwa suasana hati seorang wanita yang sedang melahirkan bisa tidak menentu.
Jadi, selalu siagalah untuk memberi dukungan bila ia memerlukannya dan menginginkannya. Kecuali kalau memang ia menghendaki si suami untuk diam.
Defisiensi Zat Besi pada Anak Sebabkan Gangguan Perkembangan Kognitif dan Motorik
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR