Masih dalam sumber yang sama, Plt. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dr. Yanti Herman, MH. Kes. menjelaskan penanganan gagal ginjal akut akan dimulai dari diagnosis klinis.
Yaitu, mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya apakah terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).
“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi/penyaringan ginjal.
Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” kata dr. Yanti.
Saat di rumah sakit, Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin).
Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.
Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.
Kabar baiknya, tidak perlu, Moms.
Namun, hal ini hanya berlaku jika gagal ginjal akut masih terbilang ringan ya, Moms.
Gagal ginjal akut yang tidak terlalu parah bisa melakukan pengobatan dengan rawat jalan.
Baca Juga: Ciri-ciri Penyakit Gagal Ginjal Akut yang Dialami Anak-Anak, Ini Gejala yang Paling Sering Terjadi
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR