Nakita.id - Masalah pada anak yang memusingkan salah satunya adalah kemauannya untuk makan.
Seringkali tiba-tiba anak menjadi tidak mau makan.
Akan tetapi kalau anak cuma mau makanan tertentu, orang tualah yang punya andil.
Bagaimanapun, pola makan anak tergantung orangtuanya. Jika orang tua hanya suka makanan tertentu saja dan hanya menyediakan makanan yang disukainya saja buat anaknya, maka pola makan anak pun akan terbentuk seperti itu.
Pada keluarga vegetarian, misal, tak heran bila anaknya pun cenderung lebih menyukai sayur-sayuran dan buah-buahan serta menolak makanan yang berbau daging.
Jangan lupa, fase usia balita adalah fase meniru, dan orang yang ditirunya adalah orang yang paling dekat dengan dirinya yaitu orang tua.
Terlepas dari kasus vegetarian tadi, awalnya orang tua hanya ingin mudahnya saja dalam memberikan makan kepada anak.
Misal, karena terburu-buru dan tak sempat belanja bahan makanan segar, orang tua hanya menyediakan lauk chicken nuggets atau sosis untuk sehari-hari.
Memang, rata-rata anak suka chicken nuggets dan sosis, atau jika anak tak mau makan sama sekali, orang tua mengambil jalan pintas dengan memberinya susu atau makanan cair. Yang penting anak kenyang.
Padahal, kebiasaan tersebut sangatlah buruk, karena chicken nuggets, sosis atau susu saja tak dapat memenuhi seluruh keperluan nutrisi anak.
Bahkan, pemberian yang berlebihan bisa menyebabkan anak terkena obesitas (kegemukan).
Baca Juga: Cara Agar Anak Mau Makan Sendiri dan Berhenti Menyuapi, Moms Bisa Mencoba Tips Ini
Jadi jelas, kebiasaan orang tua dalam pemberian makan kepada anak akan mempengaruhi seleranya.
Ketika orang tua sering memberi makanan yang cenderung manis, seleranya terhadap makanan manis akan lebih besar ketimbang rasa lainnya.
Tak heran bila anak lalu lebih menyukai buah atau jajanan manis, ketimbang sayuran hijau.
Pun pemberian garam dan penyedap rasa juga mempengaruhi pilihan anak terhadap makanan, yaitu kelak dia akan menolak makan makanan yang kurang kuat rasanya.
Dampaknya
Fenomena picky eater (pilih-pilih makanan) tentu saja merugikan anak. Ia jadi sulit beradaptasi dengan makanan yang asing baginya sementara sewaktu-waktu bisa saja makanan kesukaannya tak tersedia.
Tak pelak, pemberian variasi makanan pun akan lebih sulit dilakukan ketimbang terhadap anak-anak yang sudah dibiasakan sejak awal.
Dari situ, respon menolak makanan seperti mengemut, mempermainkan, bahkan memuntahkan makanan bukan mustahil dilakukan.
Atau juga, si anak akan minta makanan A, tapi ketika makanan A telah ada dihadapannya, ia malah minta makanan B.
Ketika makanan B terhidang, ia pun tak mau menyentuhnya.
Yang lebih parah, anak akan mengalami kekurangan gizi.
Baca Juga: Jangan Asal Memberikan Makanan Padat Pada Bayi, Ketahui Cara yang Benar Agar Anak Tak Menolak
Apalagi jika kebiasaan itu berlanjut terus dan pola makan orang tua tak menganut gizi seimbang, beragam, dan bervariasi, maka anak akan mengalami kekurangan gizi akut yang menghambat pertumbuhan badan serta perkembangan otaknya sehingga mempengaruhi kecerdasannya.
Contoh, jika anak tak suka sayuran atau buah-buahan, bisa terjadi kekurangan vitamin A.
Jika hanya mengonsumsi susu murni saja, bisa terjadi anemia defisiensi besi yang selanjutnya berdampak negatif terhadap kekebalan tubuh dan kecerdasan otak.
Jika jumlah masukan makanan sumber energi dan protein kurang untuk jangka waktu lama, akan terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan yang pada masa muda disebut gagal tumbuh (failure to thrive).
Sedangkan pada bayi yang lebih tua dan anak balita dapat terjadi penyakit malnutrisi energi protein (MEP) atau kurang kalori (energi) protein.
Mengubah pola makan orangtua
Memaksakan anak supaya mengubah pola makan sementara orang tuanya sendiri tak berubah adalah sia-sia. Jika orang tua tak suka makan sayur, ia pun tak mungkin memaksakan makan sayur kepada anaknya.
Jadi, bila kita ingin si kecil suka makan sayur atau ikan dan sebagainya, berilah contoh nyata dengan membiasakan diri makan makanan seperti itu.
Sia-sia pula bila orang tua berusaha menyembunyikan pola makannya yang kurang baik. Justru hal ini akan membuat anak penasaran. Misalnya, orangtua makannya sembunyi-sembunyi, dan kebiasaan buruk tersebut pada akhirnya akan terbongkar juga oleh anak. Ia pun lambat-laun akan meniru pola makan orang tuanya itu.
Sebelumnya, agar anak tak menjadi seorang picky eater, ia sudah harus dilatih makan dengan gizi seimbang sejak dini.
Contohnya, banyak anak yang lebih menyukai daging-dagingan ketimbang sayur karena orang tuanya tak pernah melatih anaknya memberikan makanan alternatif yang memenuhi gizi seimbang. (Sumber: Tabloid Nakita)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR