Nakita.id – Membantu mengelola perasaan anak merupakan cara berperan sama yang bisa dilakukan oleh orangtua termasuk ayah.
Dalam hal ini ayah dapat berperan sama membantu mengatasi perasaan sedih, kecewa, bahkan hingga marah.
Lewat berperan sama inilah tentu sangat diperlukan terutama pada balita untuk belajar untuk mengelola berbagai macam emosi yang dirasakan.
Perasaan yang kerap jadi diperhatian semua orangtua adalah ketika Si Kecil menghadapi perasaan marah.
Ketika anak marah seringkali tindakan mereka tidak terkontrol misalnya berteriak, menendang, maupun gestur lainnya.
Tampilan kemarahannya terkadang terlihat menakutkan.
Menurut Meri Wallace, LCSW, ahli parenting, terapis anak dan keluarga, dan penulis Birth Order Blues dikutip dari Parents, bayi dan balita tidak dapat memberi tahu apa yang salah atau apa yang mereka butuhkan.
"Sebaliknya, mereka mengekspresikan perasaan dan kebutuhan ini secara fisik," kata Wallace.
Anak-anak kecil juga tidak memiliki kontrol impuls, jadi ketika frustrasi atau marah, itu menjadi reaksi stimulus-respons yang hampir instan.
Karena mereka tidak dapat secara efektif mengomunikasikan keinginan, kebutuhan, atau perasaan mereka.
Mereka mungkin menyerang dengan perilaku agresif seperti memukul atau menggigit.
Baca Juga: Ayah Berperan Sama dalam Pengasuhan Berdasarkan Usia Anak, Bisa Buat Anak Sukses dan Percaya Diri
Tugas ayah dalam hal ini adalah untuk mengajari anak-anak cara terbaik untuk mengelola perasaan marah mereka dengan baik.
Berikut ini adalah cara berperan sama yang bisa dilakukan.
1. Terima kemarahan anak
Ketika anak memiliki ledakan kemarahan, terima kemarahan mereka. Jika ayah tahu mengapa mereka marah, maka dapat menambahkan alasannya.
Misalnya "Ayah dapat melihat kamu marah karena kamu suka berayun di ayunan, dan kita harus meninggalkan taman."
Selanjutnya, terima kemarahan mereka. Beri tahu anak, "Tidak apa-apa untuk marah."
Berikan pengertian pada anak bahwa mereka dan emosinya baik-baik saja dan tidak ingin mereka berpikir bahwa mereka harus menyembunyikan perasaan mereka.
2. Dorong mereka untuk menggunakan kata-kata
Anak-anak secara alami tidak tahu kata apa yang harus digunakan, jelas Wallace. Orangtua harus mengajari mereka keterampilan sosial ini.
Misalnya, dapat memberi tahu anak: “Ayah ingin mendengar apa yang membuat kamu kesal. Jika Anda menggunakan kata-kata, saya akan lebih mengerti dan dapat membantu."
Jika mereka tidak dapat menemukan cara untuk menjelaskan kemarahan mereka, maka orangtua dapat membantu anak dengan mengungkapkan perasaan mereka.
Baca Juga: Bukan Cuma Tanggung Jawab Ibu, Ayah Berperan Sama Mengatur Keuangan Keluarga Demi Cash Flow Sehat
Seiring waktu, anak-anak menginternalisasi suara dan aturan.
Pada usia 5 tahun, anak-anak mengembangkan superego mereka, yang bertindak sebagai tanda berhenti internal dan membantu mereka mengendalikan impuls agresif.
3. Temukan solusi positif
Selama beberapa generasi, tantrum dipandang sebagai upaya manipulasi. Para ahli menyarankan orang tua untuk membiarkan anak-anak menangis.
Meskipun orang tua memang bisa jatuh ke dalam pola negatif dalam memuaskan setiap keinginan anak untuk menghindari kehancuran, membiarkan anak menangis tidak mengajari anak cara yang lebih positif untuk menangani diri mereka sendiri.
Faktanya, anak-anak membutuhkan bantuan untuk keluar dari kemarahan mereka.
Dan membimbing mereka melewatinya lebih baik daripada membiarkan mereka tenggelam ke dalamnya.
4. Tetapkan batasan
Meskipun ayah ingin menyampaikan bahwa tidak apa-apa jika anak merasa marah, juga perlu menjelaskan bahwa perilaku agresif tersebut tidak dibolehkan.
Misalnya, jika anak memukul saudaranya, ayah dapat mengatakan, "Tidak apa-apa marah. Kemarahan kamu tidak apa-apa. Tapi, kamu tidak boleh memukul."
Selanjutnya, arahkan mereka ke cara yang positif untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.
Baca Juga: Berperan Sama Merawat Si Kecil yang Sedang Diare, Ini Dia Tipsnya untuk Dads
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR