Nakita.id - Kementerian Kesehatan resmi menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia.
Penetapan status KLB Polio di Indonesia dilakukan setelah ditemukan satu kasus polio di Aceh.
Anak yang terkena polio itu berusia 7 tahun.
Keputusan penetapan KLB Polio di Indonesia ini sangat penting akrena sebelumnya sejak tahun 2014, Indonesia mendapat sertifikat eradikasi Polio.
Hal tersebut diungkapkan oleh Maxi Rein Rondonuwu selaku Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dalam jumpa pers-nya di Jakarta pada Sabtu (19/11).
"Karena Indonesia sudah dinyatakan eradikasi tapi ternyata ada (muncul) virus Polio liar apalagi virus (Polio) tipe 2 yang dianggap sudah enggak ada lagi," ujar Maxi Rein Rondonowu melansir Kompas.
Menurut WHO, ada 30 provinsi yang memiliki risiko Polio tinggi.
30 provinsi tersebut berisiko tinggi dalam penyebaran kasus Polio.
Maxi Rein Rondonowu mengatakan bahwa ada 30 provinsi dan 415 kabupaten/kota yang berisiko tinggi dalam penyebaran polio.
"Ini kalau lihat 30 provinsi dan 415 kabupaten/kota semua masuk kriteria high risk untuk cakupan (vaksinasi) Polio rendah, jadi Indonesia ini high risk untuk KLB Polio," ungkap Maxi Rein.
Ada 4 provinsi yang tidak berisiko tinggi dalam penyebaran polio menurut WHO diantaranya Sumatera Selatan, Banten, Bali, dan DI Yogyakarta.
Baca Juga: Waspada! Indonesia KLB Polio, Cari Tahu Penyebab dan Cara Penularannya
Virus Polio sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kelumpuhan permanen.
Virus Polio mampu menyerang sostem saraf hingga membuat kekuatan otot berkurang.
Sejak dua tahun belakangan, ada penurunan cakupan vaksin polio.
Baik IPV maupun OPV.
OPV merupakan vaksinasi melalui oral, sedangkan IPV merupakan vaksinasi melalui injeksi.
Berdasarkan data yang ada, di tahun 2020 cakuoan vaksinasi OPV mencapai 86,8 persen.
Kemudian cakupan OPV alami penurunan di tahun 2021 menjadi 80,2 persen.
"Sebelum pandemi lumayan ya, OPV 1 sampai (vaksin) OPV 4 ada 86,8 persen, sekali pun ada yang di bawah 50 persen di Kalimantan Sumatera, Aceh sejak tahun 2020 sudah rendah, Papua paling banyak, dan Kalimantan," tuturnya.
Sedangkan vaksinasi IPV di tahun 2020 sebesar 37,7 persen, kemudian naik tipis di tahun 2021 hingga 66,2 persen.
Di tahun-tahun ini pula, banyak daerah dengan cakupan vaksinasi kurang dari 50 persen.
"IPV itu rendah sejak 2020 cuma 37,7 persen, hampir semua Sumatera dan Kalimantan termasuk Jawa, Sulawesi itu merah semua cakupannya di bawah 50 persen," jelas Maxi.
Baca Juga: Indonesia KLB Polio, Kasus Pertama Ditemukan pada Anak di Aceh
"Naik sedikit tahun 2021, tapi Aceh kita lihat masih merah, dan Papua (juga sama)," sambungnya.
Gejala anak yang terpapar virus Polio adalah demam, kemudian ototnya lemas.
Celakanya, kebanyakan penderita polio tidak sadar, mereka terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak sama sekali, dan tidak membuat mereka menjadi sakit.
Melansir CDC, ada 3 jenis virus Polio liar diantaranya virus Polio tipe 1, 2, dan 3.
Setiap orang perlu dilindungi dari ketiga jenis virus untuk mencegah penyakit Polio.
Hingga saat ini, vaksinasi Polio merupakan perlindungan terbaik.
Vaksin OPV digunakan di banyak negara untuk melindungi dari penyakit polio dan sangat penting sebagai upaya pemberantasan.
Ada beberapa jenis vaksin virus Polio oral yang mungkin mengandung satu, kombinasi dari dua, atau ketiga jenis vaksin yang dilemahkan.
Sedangkan vaksin IPV merupakan virus Polio yang tidak aktif.
Vaksin IPV melindungi orang dari ketiga jenis virus Polio.
Masing-masing vaksin memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR