Nakita.id - Ayah punya peran krusial dalam keluarga.
Sering kali para Ayah hanya dianggap sebagai sebagai pencari nafkah dan hanya fokus bekerja.
Kadang bahkan Ayah dianggap sebagai sosok yang tidak terlalu peduli dengan urusan keluarga.
Namun, penelitian terbaru menghasilkan fakta yang cukup mengejutkan.
Ayah ternyata juga bisa merasa stres dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kariernya.
Sama halnya dengan para Moms yang selama ini dihadapkan dengan peran gandanya.
Ayah pun mau banyak yang mau #BerperanSama membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan.
Penelitian yang dilakukan oleh psikolog asal Amerika Serikat, Profesor Kristen Shockley, ini menyebutkan bahwa Ayah merasa stres karena harus menjaga keseimbangan dalam kehidupan keluarga dan pekerjaan.
Namun, mereka cenderung enggan membicarakan dengan orang lain karena takut dianggap tidak jantan atau tidak maskulin.
“Kami pada dasarnya menemukan bukti adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-laki mengenai sejauh mana tingkat konflik antara keluarga dan pekerjaan yang mereka rasakan.
Ini sangat bertentangan dengan persepsi masyarakat umum,” jelas psikolog dari University of Georgia ini.
Baca Juga: Ayah Berperan Sama untuk Menghentikan Kebiasaan 'Merengek' ketika Anak Menginginkan Sesuatu
Penelitian ini menyoroti bahayanya stereotip gender yang dialami oleh para Ayah.
Para ahli memeringatkan bahaya yang dapat terjadi jika mereka tidak bisa mengekspresikan diri mereka atau mencari dukungan mental dari orang lain.
Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan bukti bahwa pria sering merasa tidak nyaman mendiskusikan masalah pekerjaan dan keluarga karena takut dicap jelek, mengancam sisi kejantanannya, atau berdampak negatif terhadap karier mereka.
Profesor Shockley mengatakan, pria mungkin merasa lebih terbuka saat mendiskusikan konflik tersebut dalam survei rahasia dan anonim, seperti metode yang dia gunakan untuk studinya.
"Saya pikir ini sangat merugikan para pria. Mereka diam-diam berjuang dan mengalami konflik di dunia kerja dan keluarga yang sama, namun tidak ada yang mengakuinya," katanya.
Tim penelitian ini menghabiskan waktu beberapa tahun untuk memeriksa temuan pada lebih dari 350 studi yang dilakukan sebelumnya selama tiga dekade, yang melibatkan lebih dari 250.000 peserta dari seluruh dunia.
Profesor Shockley menjelaskan, meskipun Ayah dan ibu mengalami konflik antara pekerjaan dan keluarga yang sama, mereka mungkin melihatnya secara berbeda.
Perempuan bisa merasa bersalah dengan adanya konflik tersebut, karena dalam pandangan masyarakat, tugasnya adalah sebagai pengasuh keluarga.
Sedangkan seorang Ayah dianggap sebagai pencari nafkah utama, sehingga mereka mungkin merasa sudah memenuhi tanggung jawab keluarga dengan bekerja.
Itu sebabnya konflik semacam itu tidak terlalu menimbulkan rasa bersalah.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah semakin banyak Ayah yang memilih bekerja dari rumah, sementara para Moms kembali bekerja setelah melahirkan.
Tidak heran, studi yang dilakukan oleh Pew Research Center menyebutkan bahwa saat ini Ayah cenderung merasakan bahwa masalah pengasuhan anak sangat penting bagi mereka.
Menurut Profesor Shockley, perusahaan dan pemerintah harus memberikan dukungan lebih besar dalam menentukan kebijakan yang menguntungkan perempuan dan laki-laki, seperti pengaturan kerja yang fleksibel, cuti hamil dan cuti melahirkan.
Ayah juga seharusnya mendapatkan jatah cuti melahirkan karena sebuah penelitian membuktikan ikatan ayah-bayi memiliki manfaat positif jangka panjang untuk anak-anak.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR