Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636/2010 tentang Sunat Perempuan dicabut pada 6 Februari 2014, melalui Permenkes No 6/2014.
Salah satu pertimbangannya adalah bahwa sunat perempuan lebih didasari oleh pertimbangan adat dan agama.
Tindakan sunat pada bayi perempuan bukan merupakan tindakan medis, sehingga tidak perlu diatur.
Apabila ini sebuah tradisi, sejauh tidak mengganggu kesehatan, maka tidak bisa dilarang.
Jika sunat peremouan mengacu pada female genital multilation (FGM), maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut sunat perempuan bersifat makrumah.
Ini berarti sunat perempuan termasuk ibadah yang dianjurkan.
Tata cara pelaksanaan khitan perempuan menurut agama Islam adalah cukup dengan menghilangkan selaput yang menutup klitoris.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat bayi perempuan terdiri dari prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagaian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar.
Prosedur ini kerap disebut mutilasi genital perempuan.
Diketahui, tindakan ini bisa menimbulkan cedera pada organ genital untuk alasan non-medis.
Sunat bayi perempuan biasanya dilakukan pada saat usia bayi kurang dari 7 hari.
Baca Juga: Ini Dia Sederet Risiko Sunat pada Bayi, Perlu Orangtua Konsultasikan dengan Dokter Terlebih Dahulu
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR