Nakita.id – Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan hari raya agama Hindu yang dirayakan setiap tahunnya.
Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap enam bulan Bali (210 hari), tepatnya pada hari Buddha Kliwon Dungula.
Hari raya Galungan dirayakan pada setiap hari Rabu pada wuku Dungulan (wuku ke-11).
Kemudian, 10 hari setelah Gulungan, umat Hindu merayakan hari raya Kuningan. Di mana dirayakan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan (wuku ke-12).
Pada tahun ini, hari raya Gulungan jatuh pada 4 Januari 2023. Sedangkan, untuk Hari Raya Kuningan, akan dirayakan pada 14 Januari 2023.
Dalam perayaan Galungan, umat Hindu melakukan ibadah dan rangkaian prosesi ritual, misalnya melaksanakan penyucian diri secara lahir dan batin.
Kemudian, memberikan sesajen kepada Sang Hyang Widhi, guna meminta keselamatan.
Sama seperti perayaan acara agama lainnya, terdapat serangkaian upacara hari raya Galungan dan Kuningan.
Berikut ini adalah rangkaian kegiatannya seperti dikutip dari laman Desa Sarimekar, Kec. Buleleng, Kab. Buleleng, Bali dan Tribunnews.
Tumpek Wariga jatuh 25 hari sebelum Galungan yang memuja Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.
Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalah dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) Sumsum berwarna.
Pada hari Tumpek Wariga, semua pepohonan akan disirami tirta wangsuhpada/air suci dan diberi sesaji, kemudian mengelus batang pohon sambil berharap supaya lekas berbuah.
Sugihan Jawa adalah hari pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung).
Pada hari ini, umat Hindu melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon yang bertujuan untuk menetralisir segala sesuatu yang negatif pada Bhuana Agung, lalu disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan Rumah.
Mererebon dilakukan di lingkungan Sanggah Gede, Panti, Dadya, hingga Pura Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa akan diberikan sesaji. Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang.
Sugihan Bali yaitu pembersihan diri sendiri/Bhuana Alit. Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.
Tata cara pelaksanaannya adalah mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat.
Hari Penyekeban memiliki makna yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama. Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
Hari Penyajan dirayakan untuk memantapkan diri sebelum perayaan hari raya Galungan. Hari ini dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan.
Hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan.
Pada hari tersebut, umat akan disibukkan dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang diterima selama ini.
Mereka juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara. Penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis yaitu membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
Baca Juga: 10 Ide Ucapan Selamat Hari Galungan dan Kuningan Pakai Bahasa Bali, Lengkap Terjemahannya
Perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan juga diwarnai dengan beragam tradisi, salah satunya Ngelawang.
Tujuan tradisi Ngelawang adalah untuk tolak bala atau petaka.
Tradisi Ngelawang dilakukan enam bulan sekali diantara Hari Raya Galungan dan Hari Raya Kuningan, terutama di Bali.
Hari Raya Galungan bertujuan merayakan kemenangan dan kebaikan melawan kejahatan.
Sehingga, tradisi Ngelawang memiliki tujuan yang selaras dengan Hari Raya Galungan.
Dilansir dari warisanbudaya.kemdikbuk.go.id, pelaksanaan tradisi ngelawang dilakukan dengan berkeliling wilayah dengan mengusung Barong Bangakl.
Yang diiringi gambelan batel bebarongan dengan tujuan mengusir roh-roh atau mahluk jahat yang ingin mengganggu ketenangan dan kenyamanan wilayah desa.
Mengapa dalam tradisi ngelawang ini lebih banyak menggunakan barong bangkal?
Karena secara mitologi bangkal ini memiliki kekuatan magis, mengingat bangkal adalah babi besar yang suadah tua dan mukanya menyeramkan.
Pementasanya diperankan oleh dua orang, seorang berperan sebagai pengusung kepala barong, dan seorang lagi berperan sebagai pengusung bagian belakang atau ekornya barong.
Umumnya, warna barong Bangkung ini adalah hitam dan ada juga yang putih, serta pertunjukannya berkeliling kampung disebut dengan ngelawang.
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR