"Selama ini saat tim KOPMAS terjun langsung ke lapangan pada tahun 2020 - 2022, kami menemukan banyak masyarakat terutama orang tua yang masih memberikan kental manis sebagai pengganti susu untuk anaknya. Hal ini sangat kami sayangkan, dan ini menandakan masih minimnya tingkat edukasi dan literasi di kalangan masyarakat hingga kurangnya akses informasi bagi masyarakat." Jelas Yuli.
Ia pun meminta berbagai pihak terkait berkolaborasi terkait pencanangan peningkatan literasi gizi untuk masyarakat seputar temuan konsumsi kental manis.
Lebih lanjut, Yuli menjelaskan jika temuan dari KOPMAS ini karena kurangnya literasi gizi.
Serta, minimnya sosialisasi bagi masyarakat, terutama para ibu.
"Kedepannya semua pihak dan stakeholder harus satu suara dalam mengedukasi para orang tua mengenai pemberian kental manis bagi anaknya yang ternyata kandungan didalamnya yang lebih banyak gula," Tegasnya.
Dokter spesialis anak, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Msc., S.pA., menyampaikan anak yang diberi kental manis secara terus-menerus secara tidak langsung akan memengaruhi tumbuh kembang anak tersebut.
"Kalau bayi atau anak-anak yang mengkonsumsi kental manis ini memang tidak berdampak langsung, tapi melalui proses sehingga pada akhirnya menjadi diabetes," jelas dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Permata Depok.
Lebih lanjut, dokter spesialis anak tersebut menjelaskan berdasarkan data dari World Health Organization, kandungan gula yang harusnya dikonsumsi yaitu dibawah 10% dari total kalori.
"Sedangkan, kalau kental manis sendiri, tambahan gulanya sekitar 19 gram, kalau di konversi sekitar 58 persen. Ini sudah sangat jauh dari batasannya," Tutur dr. Agnes.
Senada dengan Yuli, dr. Agnes menjelaskan bahwa kandungan yang terdapat dalam kental manis, bukan merupakan susu, tapi sirup rasa susu.
Pengamat Sosial, Devie Rahmawati, mengatakan fenomena orang tua terutama ibu dalam memberikan kental manis bagi anaknya berawal dari ketidaktahuan masyakarat akan kandungan yang terdapat dalam kental manis.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR