Nakita.id - Kanker anak menjadi salah satu masalah yang banyak diperhatikan di Indonesia.
Bagaimana tidak? Publikasi Globocan tahun 2020 menyebut, diestimasikan terdapat 11.156 kasus baru pada kanker anak usia 0-19 tahun di Indonesia.
Belum lagi, risiko kematian kanker anak ini cukup besar dengan angka kematiannya mencapai 40 persen.
Maka dari itu, sebagai orangtua, penting sekali bagi Moms dan Dads untuk mewaspadai masalah ini.
Mulai dari penyebab, faktor risiko, jenis-jenisnya sekaligus stadiumnya.
Lantas, apa saja jenis kanker yang banyak menyerang anak Indonesia?
Simak penjelasan berikut menurut Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Sambil mengutip buku elektronik Pedoman Penemuan Dini Kanker pada Anak yang sudah diterbitkan Kemenkes, Eva menyebut ada 8 jenis kanker yang banyak menyerang anak-anak di Indonesia.
Diantaranya adalah leukemia, limfoma maligna, retinoblastoma, tumor otak, tumor Wilms (nefroblastoma), neuroblastoma, osteosarkoma, dan karsinoma nasofaring.
“Kasus terbanyak ditempati oleh leukemia sebanyak 3.880 kasus atau sebanyak 35 persen, diikuti oleh limfoma non-Hodgkin dan tumor otak. Itu data menurut Globocan tahun 2020 dan WHO tahun 2021,” ungkap Eva dalam wawancara eksklusif Nakita pada Kamis (9/2/2023).
Leukemia merupakan keganasan darah yang berasal dari sumsum tulang, Moms dan Dads.
Baca Juga: Memperingati Hari Kanker Anak Sedunia, Kenali Gejala Awal Kanker pada Anak Yuk Moms!
Biasanya jenis kanker anak ini ditandai dengan proliferasi berlebihan dari sel darah yang abnormal (sel blast), sehingga menyebabkan gangguan produksi sel darah normal.
Jenis kanker anak ini merupakan suatu keganasan yang berasal dari kelenjar getah bening atau sistem limfatik lainnya.
Berdasarkan gambaran histopatologinya, limfoma dibedakan menjadi Limfoma Hodgkin dan Limfoma non-Hodgkin.
Jenis ini sebagian besar ditemukan pada anak laki-laki usia 7-10 tahun, Moms dan Dads.
Retinoblastoma sendiri merupakan tumor ganas di dalam bola mata yang berasal dari sel retina, dan dapat menyebar ke luar bola mata.
Seperti tulang, sumsum tulang belakang, hingga sistem saraf pusat.
Jenis kanker ini kebanyakan menyerang anak usia kurang dari 5 tahun, dengan kasus tertinggi di usia 2-3 tahun.
Tumor otak adalah pertumbuhan sel abnormal yang berasal dari jaringan otak atau struktur di sekitarnya.
Pertumbuhan sel ini dapat berasal dari sel otak itu sendiri (tumor otak primer) maupun metastasis dari tumor di bagian tubuh lain (tumor otak sekunder).
Secara global, tumor otak merupakan tumor atau kanker padat terbanyak pada anak.
Data di Indonesia tahun 2021-2022 menurut IP-CAR Tahun 2022, terdapat 129 kasus tumor otak pada anak.
Jenis kanker anak satu ini merupakan tumor embrional yang berasal dari ginjal, Moms dan Dads.
Tumor Wilms sendiri adalah tumor ginjal yang terbanyak pada anak di dunia, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data IP-CAR tahun 2021, didapatkan 49 kasus tumor Wilms dari 1.447 pasien kanker anak Indonesia (3,4%).
Neuroblastoma merupakan tumor ganas yang berasal dari sistem saraf simpatis.
Angka kejadian neuroblastoma adalah 10,5 per 1.000.000 anak dibawah usia 15 tahun, dengan puncak angka kejadiannya di usia balita dengan rata-rata pada usia 2 tahun.
Osteosarkoma adalah jenis keganasan pada tulang primer yang berasal dari sel pembentuk tulang (osteoblast).
Kanker anak satu ini banyak ditemukan pada anak kelompok usia remaja, dengan insiden tertinggi pada usia 10 tahun dan lebih sering dijumpai pada laki-laki.
Sebagai informasi, nasofaring sendiri terletak di daerah antara hidung dan tenggorokan.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas pada nasofaring, dimana tumor sulit diperiksa dan sering terlambat terdeteksi.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi karsinoma nasofaring yang tinggi, dengan anak laki-laki yang lebih banyak menderita kanker jenis ini dibanding perempuan.
Menurut Eva, penyebab kanker pada anak ini biasanya tidak diketahui secara pasti penyebabnya.
“Kita menduga atau dari literatur, (kanker anak) disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik dan faktor lingkungan ini saling memperkuat,” terangnya.
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI ini menyebut, faktor genetik yang dimaksud adalah seperti mutasi genetik yang spontan terjadi pada usia dini dan mutasi genetik di lingkungan sekitar.
Sedangkan untuk faktor lingkungan, biasanya adalah paparan kimia dan penyakit infeksi, Moms dan Dads.
Eva mendorong para orangtua untuk lebih mewaspadai serta mengenali gejala kanker pada anak sejak dini.
“Biasanya seperti pucat, memar atau pendarahan. Kemudian terlihat benjolan atau pembengkakan yang tidak nyeri, dan tanpa demam atau tanpa tanda-tanda infeksi lain,” sebutnya.
Kemudian pada mata, lanjutnya, biasanya yang terjadi adalah adanya mani putih, juling, penglihatan berkurang, serta memar atau bengkak di sekitar mata.
“Kemudian, sakit kepala yang menetap dan (terasa) berat, serta muntah biasanya di pagi hari dan dapat memburuk dari hari ke hari. Jadi semakin buruk gejalanya,” kata Eva menambahkan.
“Kemudian juga bisa nyeri pada tangan, kaki, dan tulang. Kemudian bengkak tanpa riwayat trauma atau infeksi. Jadi, mendadak bengkak istilahnya,” tambahnya lagi.
Eva menyampaikan, jika orangtua menemukan gejala-gejala tersebut, segeralah ke fasilitas kesehatan terdekat untuk ditindaklanjuti.
Untuk informasi lebih lengkap, Moms dan Dads bisa mengunduh buku elektronik Pedoman Penemuan Dini Kanker pada Anak terbitan terbaru dari Kemenkes RI di tautan ini.
Baca Juga: Hari Kanker Anak Sedunia, Ketahui Lagi Soal Leukemia yang Banyak Diidap Anak Indonesia
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR