Sejarah awal mula tradisi ini dibawa oleh para pendatang dari Martapura yang merantau ke Kota Solo.
Mereka mendirikan langgar atau musala di Jayengan dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu.
Hingga kemudian terus berkembang menjadi sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Darussalam seperti sekarang ini.
“Sebetulnya kan ini dulu kakek-kakek kami itu dulu selain bubur, ada nasi kuning, nasi samin juga diputuskan oleh Ustadz Anang Sya’roni sesepuh jaman dahulu dipilih untuk ikonnya,” jelas Muhammad Mayasin.
Berawal dari sebuah kebiasaan, takjil bubur samin kemudian berubah menjadi tradisi yang terus dilestarikan hingga sekarang.
“Waktu itu dibuat untuk sedikit paling 30-40 porsi, kemudian tahun 1985 baru kita buat porsi banyak untuk masyarakat umum," lanjutnya.
Pada pukul 15.45 WIB, setelah dibacakan doa bersama bubur khas Banjar ini dibagikan ke masyarakat yang sudah mengantre.
Tradisi bagi-bagi bubur ini tidak hanya dikhususkan untuk umat muslim saja melainkan diperuntukan semua umat beragama, meskipun dibagikan selama Bulan Ramadan.
Bahkan tradisi pembagian bubur samin khas Banajr ini menjadi sebuah destinasi wisata religi di Solo.
Baca Juga: Keutamaan Menjalankan Ibadah Puasa dan Tarawih di 10 Hari Pertama
Toys Kingdom dan MilkLife Wujudkan Senyum Anak Negeri untuk Anak-anak di Desa Mbuit
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR