Nakita.id – Tradisi Syawalan merupakan tradisi yang umum dilakukan oleh masyarakat Jawa.
Namun, apakah Moms sudah tahu apa sebenarnya tradisi Syawalan itu?
Ini dilakukan pada bulan syawal di sejumlah daerah.
Tradisi Syawalan atau Lebaran Ketupat merupakan salah satu bentuk rasa syukur untuk mengakhiri bulan Ramadhan maupun puasa syawal.
Syawalan berasal dari bahasa Arab "Syawal" yang mendapat akhiran "an" sehingga menjadi Syawalan.
Sejumlah daerah mengelar Syawalan dengan beragam tradisi yang pada umumnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Berikut ini adalah beberapa tradisi Syawalan di beberapa daerah di Jawa.
Grebeg Syawalan Solo diadakan oleh Keraton Kasunanan Surakarta setiap tahun.
Tradisi Grebeg syawalan tersebut disimbolkan dengan dua gunungan, yang akan diperebutkan pada akhir acara oleh masyarakat.
Gunungan pertama berbentuk runcing, seperti tumpeng. Bentuk gunung tersebut melambangkan lingga yang disebut gunungan jaler (laki-laki).
Gunungan pertama berisi berbagai hasil bumi, seperti kacang panjang, cabe merah besar, wortel, tebu, telur asin, klenyem (terbuat dari singkong yang diisi gula Jawa).
Baca Juga: Simak Tradisi Masyarakat Betawi Saat Lebaran, Unik dan Ramai
Pada bagian bawah berisi tumpeng nasi putih dan lauk-pauk.
Gunungan kedua berbentuk tumpul seperti kubah.
Bentuk gunungan tersebut melambangkan yoni yang disebut gunungan Estri (perempuan).
Berbeda dari gunungan pertama, gunungan kedua berisi renggingan mentah yang ditusuk dengan bilah bambu.
Pada bagian bawah berisi nasi dan lauk pauk.
Kedua gunungan tersebut merupakan simbol raja beserta kawula dan abdi dalem yang telah berhasil menyelesaikan ibadah puasa selam satu bulan penuh.
Tradisi Grebeg Syawalan merupakan tradisi turun temurun dari Sultan Agung sejak zaman Kerajaan Mataram.
Tradisi Syawalan juga dilakukan oleh masyarakat di Yogyakarta secara turun temurun.
Grebeg Syawal merupakan tujuh gunungan yang berisi hasil bumi yang diiringi oleh pasukan berkuda Keraton Yogyakarta.
Gunungan diarak dari pagelaran keraton menuju halaman Masjid Agung (Masjid gedhe) di Kauman yang berjarak sekitar satu kilometer.
Di masjid, gunungan akan didoakan oleh Kyai Penghulu yang diikuti oleh ulama keraton dan abdi dalem dengan memanjatkan doa kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keselamatan keluarga Sultan dan rakyat pada umumnya.
Setelah di doakan, gunungan akan diperebutkan oleh masyarakat yag tidak hanya ingin mendapatkan makanannya melainkan juga keberkahan serta manfaat hasil bumi.
Barong ider merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten banyuwangi, Jawa Timur.
Tradisi tersebut dilakukan setiap tanggal 2 Syawal atau lebaran kedua.
Tanggap pelaksanaan merupakan simbol ciptaan Tuhan yang berpasang-pasangan, seperti laki-laki dan perempuan maupun ada siang dan malam.
Pada saat perayaan, masyarakat menggunakan mitologi Bali dan Jawa yang berupa Barong.
Tujuannya untuk mengusir bencana atau menolak bala sehingga masyarakat hidup aman dan tentram.
Sesaji Rewanda dilakukan oleh masyarakat Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sesaji yang dilakukan pada tanggal 3 Syawal tersebut sebagai bentuk wujud syukur kepaada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan, berkah, dan rezeki.
Cara penyampaian sesaji dengan memberi makan kera ekor panjang, penghuni Goa Kreo.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, kera ekor panjang Goa Kreo membantu Sunan Kalijaga yang mengambil kayu di hutan untuk membangun Masjid Agung Demak.
Nah, itu dia adalah beberapa tradisi Syawalan di berbagai daerah di Jawa.
Baca Juga: Rekomendasi Tempat Wisata Libur Lebaran Murah Meriah, Cek Jam Buka dan Harga Tiket Ragunan Terbaru
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR