Tentang sumur budha’ah, Imam Abu Daud, membawakan keterangan dari Qutaibah bin Sa’d (wafat 240 H) yang pernah mengunjungi sumur ini. Beliau pernah bertanya kepada orang yang tinggal dekat dengan sumur budha’ah tentang dalamnya? Beliau menjawab:
أَكْثَرُ مَا يَكُونُ فِيهَا الْمَاءُ إِلَى الْعَانَةِ، فَإِذَا نَقَصَ، دُونَ الْعَوْرَةِ
“Maksimal sampai bulu kemaluan dan jika airnya sedikit di bawah kemaluan.”
Imam Abu Daud (wafat 275 H), penulis kitab Sunan Abu Daud, juga pernah mengunjungi sumur ini.
Beliau mengukur diameter sumur budha’ah dengan selendangnya, dan beliau ukur.
Ternyata panjangnya 6 hasta (sekitar 30 m).
Abu Daud bertanya kepada penjaga pintu taman tempat sumur tersebut:
“Apakah bangunan sumur ini telah diubah dari sebelumnya?.” Juru kunci itu menjawab: “Belum berubah.” Abu Daud melanjutkan, “Saya lihat warna airnya telah berubah.” (Sunan Abu Daud, Hadis no. 67).
Dalam Fatwa Islam no. 104456 ditegaskan, bahwa para sahabat bukan dengan sengaja membuang benda-benda najis tersebut ke sumur itu.
Tapi sumur ini bersambung dengan saluran pembuangan di kota Madinah. Sehingga terkadang ada bangkai dan bekas pembalut haid yang mengalir ke sana.
Karena airnya sangat banyak, najis yang masuk ke sumur itu, tidak sampai mengubah bau, rasa dan warnanya.
Baca Juga: Banyak yang Tidak Tahu, Ini 4 Bahaya Hubungan Intim Saat Menstruasi di Hari Pertama
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR