"Di situ, yang paling baik ditekankan itu tidak ada lagi tes baca, tulis, hitung bagi anak-anak yang masuk SD. Nah, proses pembelajaran di SD harus disesuaikan dengan kondisi anak, disejalankan dengan anak usia dini," lanjutnya menjelaskan.
Menurut Zulfikri, anak sampai usia kelas 2 SD itu masih dikategorikan sebagai anak usia dini.
Sehingga, Kemendikbudristek menciptakan model-model pembelajaran yang menyenangkan, modul-modul ajar yang membuat guru bisa menerapkan pembelajaran yang menyenangkan sekaligus membahagiakan anak.
"Karena, kebahagiaan anak itu yang utama sebetulnya," terang Zulfikri.
"Nah, kebahagiaan anak itu bukan karena dimanja atau disuruh diam. Anak itu akan merasa bahagia kalau hasil karyanya diapresiasi, kalau dia diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam hatinya, pikirannya, kemudian perasaannya. Apakah lewat geraknya, atau lewat karya visualnya, atau macam-macam," ungkap Zulfikri.
Sehingga, lanjutnya, ketika anak menghasilkan suatu karya yang aneh dan unik itu harus diapresiasi.
Zulfikri merangkum, langkah-langkah yang dilakukan oleh Kemendikbudristek saat ini adalah dengan menyenaikan modul-modul belajar yang menyenangkan, juga membuat kebijakan untuk menyadarkan para guru dan orangtua untuk memperhatikan hak anak dengan sungguh-sungguh.
Mulai dari dunia anak, kebutuhan anak, dan jangan sampai pihak terkait tega merampas keceriaan anak dalam belajar.
"Nah, kalau mereka (anak) tuh sudah merasakan belajar itu menyenangkan, mereka bisa menikmati akhirnya mereka mencintai belajar. Dan akhirnya, bagi mereka, belajar bukanlah suatu paksaan, bukan suatu kewajiban. Tapi memang kebutuhan mereka," jelas Zulfikri.
"Sehingga, si anak tidak mengalami tekanan-tekanan itu. Bukan berarti dia harus dimanja, dipenuhi tuntutan. Tetapi, bagaimana kita mengerti dunia mereka dan mereka kita temani, kita layani, kita ciptakan suasana yang membuat mereka itu happy menikmati belajar," lanjutnya.
Alhasil, anak akan semakin paham dan merasa bahwa dunia pendidikan itu betul-betul merupakan kebutuhannya. Tentunya juga, sesuai dengan kondisi dan sosial emosional anak tersebut.
Baca Juga: Kerap Disepelekan, Ini Pentingnya Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah untuk Anak
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR