Nakita.id - Para wanita kerap dihadapkan pada pilihan untuk menjadi ibu penuh waktu di rumah atau wanita bekerja.
Namun, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK menjelaskan, hal itu tidak harus selalu terjadi lho, Moms.
Melalui penelitian yang dilakukan bersama Health Collaborative Center (HCC), ditemukan indeks perspektif masyarakat Indonesia secara signifikan sangat mendukung ibu pekerja untuk tetap bekerja dan tetap sukses menyusui.
Sebagai Ketua dan Peneliti Utama penelitian ini, dr. Ray menjelaskan adanya kecenderungan untuk memastikan bahwa ibu menyusui tidak boleh kehilangan pekerjaan.
Penelitian yang dilakukan dengan metode cross-sectional pada 1650 responden dari 34 provinsi ini menunjukkan 7 dari 10 laki-laki responden penelitian ini 3 kali lebih mendukung ibu untuk memrioritaskan jangan kehilangan pekerjaan dulu, dan proses menyusui bisa menyesuaikan sambil bekerja.
"Ketika dilakukan identifikasi kajian literatur lanjutan, temuan ini sangat erat
hubungannya dengan job security dan kondisi ekonomi keluarga," jelas dr Ray.
Artinya bahwa peran perempuan terutama istri untuk menopang ekonomi keluarga dimata laki-laki itu sangat penting.
Sehingga proses menyusui tidak boleh dianggap sebagai penghambat ibu untuk tetap sukses bekerja dan mencari nafkah.
"Dari aspek ini sangat terlihat bahwa dukungan menyusui ditempat kerja menjadi sangat penting," ungkap Dr Ray yang sering memberi edukasi kesehatan lewat akun instagram @ray.w.basrowi ini.
Dokter yang juga merupakan staf pengajar di Program Magister Kedokteran Kerja FKUI ini menemukan sebanyak 59% responden meyakini bahwa bekerja sambil menyusui adalah suatu hal yang sangat mungkin tetap bisa dilakukan bersamaan.
Para responden itu sendiri ada yang berstatus pekerja dan beragam jenis pekerjaan, baik karyawan kantoran maupun buruh pabrik.
Baca Juga: Kenali Penyebab Bayi Sering Muntah Setelah Minum Susu, Salah Satunya Alergi
Ini menunjukkan, terlepas dari kondisi dukungan dan perlindungan hukum saat ini, para pekerja merasa tetap bisa menyusui sambil bekerja.
Bahkan ketika dilakukan analisis untuk melihat aspek apa saja yang dianggap membentuk opini ini, ditemukan dua indikator yaitu:
(1) Persepsi kebijakan waktu kerja berupa kebebasan waktu menyusui atau memompa ASI selama kerja bagi ibu menyusui, dan
(2) Persepsi pemerintah sudah cukup mengakomodir ibu menyusui yang bekerja untuk tetap bekerja dan sukses menyusui, menjadi dua persepsi dominan para pekerja.
Bahkan ketika dikaji persepsi antara cuti 6 bulan dan cuti 3 bulan, mayoritas responden mendukung penuh bila ada kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dengan gaji penuh.
Namun terjadi polarisasi persepsi pada kebijakan cuti 3 bulan.
Pasalnya, dengan kondisi cuti 3 bulan pun sebenarnya pekerja perempuan dianggap bisa tetap menjalankan peran ganda sebagai ibu menyusui dan pekerja.
Selama tentu saja faktor supportive seperti dukungan fasilitas, waktu kerja fleksibel dan kebebasan memompa ASI di tempat kerja tetap dilindungi.
Hal ini diperkuat dengan temuan kunci lain yaitu secara statistik ada hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah yang sudah mengakomodir dukungan ibu menyusui yang bekerja dengan kesuksesan mereka menyusui.
Begitupun dengan aspek pengetahuan dan pendidikan.
Baca Juga: Benarkah Harus Membuang ASI Setelah Keluar di Rumah Agar Si Kecil Tidak Masuk Angin?
Perspektif orang berpendidikan lebih tinggi dan skor pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif ternyata 1,5 kali lebih mendukung ibu menyusui untuk dapat tetap bekerja dan menyusui atau memompa ASi sambil bekerja.
Melalui penelitian ini, HCC merekomendasikan perlunya pemerintah, akademisi dan seluruh pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa sebenarnya masyarakat sudah sangat paham dengan manfaat menyusui.
Sehingga seorang ibu pekerja yang sedang menyusui harus didukung untuk sukses menyusui dan tetap aman dan produktif bekerja.
Hal ini bisa dimantapkan dengan memastikan kebijakan promosi laktasi di tempat kerja merata dan berkualitas.
Serta perlunya semakin memantapkan upaya agara tempat kerja di Indonesia menjadi tempat kerja yang ramah laktasi atau ramah ibu menyusui.
Edukasi juga perlu terus digalakkan dan menyasar seluruh usia produktif, tidak hanya ibu pekerja saja.
Baca Juga: Sederet Makanan Busui Agar Bayi Lancar BAB, Pencernaan Si Kecil Jadi Lebih Sehat
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR