"Atau, kita juga bisa meluangkan waktu berdua sama anak kalau memang tipenya enggak banyak cerita. Harus ekstra ya pendampingannya," tambah Belinda.
Psikolog anak dan remaja ini menyarankan untuk mengajak anak melakukan hal yang memang disukainya sejak dulu, baru perlahan menggali darinya.
Salah satunya bisa Moms dan Dads berikan melalui permainan, agar anak bisa mengekspresikan apa yang dirasakannya.
"Saya pernah ada kasus perceraian, dimana anaknya kalau di depan orangtuanya akan terlihat, 'Aku bisa menghadapi ini, kok. Aku enggak apa-apa'.
Kalau di mulut kan enggak kelihatan ya, tapi ketika saya coba one-on-one dengan tambahan permainan yang open-ended itu jadi enggak ada ruginya," cerita Belinda.
Belinda mengaku bahwa dirinya waktu itu menyediakan boneka orang-orangan dan rumah-rumahan, kemudian membiarkan anak tersebut bermain sendiri sambil mengungkapkan perasaannya.
"Dia bilang bahwa ini ada papa, mama, sama anaknya. Mereka satu rumah, enggak boleh pisah, mereka happy terus selama-lamanya.
Nah, itu kan berarti kelihatan ya bahwa ternyata ada kebutuhan di anak ini untuk orangtua itu tetap bersama. Bukan berarti orangtua yang bercerai itu harus balik lagi, enggak, tapi lebih ke orangtua tetap perlu bersama dalam konteks anak ini," katanya menjelaskan.
Semoga penjelasan diatas bermanfaat ya, Moms dan Dads.
Kedepannya, Moms dan Dads jangan lagi untuk mendiagnosis sendiri kondisi kesehatan mental anak atau remaja ya.
Supaya lebih pasti, sebaiknya bawakan buah hati ke tenaga medis profesional untuk didiagnosa dan ditangani sesuai kondisi.
Baca Juga: Peran Serta Guru di Sekolah dalam Menjaga Kesehatan Mental Para Siswa
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR