Nakita.id - Kesadaran akan kesehatan mental bagi anak dan remaja menjadi hal yang penting dipahami untuk orangtua.
Pasalnya, kesehatan mental sendiri berkaitan erat dengan kesejahteraan kognitif, perilaku, hingga kondisi emosional anak maupun remaja itu sendiri.
Sayangnya, tak banyak orang yang sadar mengenai tanda-tanda kesehatan mental pada anak dan remaja yang terganggu.
Bahkan, tak sedikit pula yang mendiagnosis sendiri kondisi mental sang buah hatinya di media sosial.
Padahal, mendiagnosis sendiri seorang anak dan remaja terkena gangguan mental atau tidak justru merupakan cara yang benar-benar salah.
Supaya Moms dan Dads semakin paham, psikolog anak dan remaja ini telah memaparkan beberapa tanda gangguan mental pada anak maupun remaja.
Menurut Belinda Agustya, M.Psi, tanda yang paling mungkin dikenali adalah adanya perubahan pola kehidupan sehari-hari.
"Bisa kita lihat dari pola makan, pola tidur, ataupun minatnya mereka," ungkap Belinda dalam acara IG Live Referenata 'Kenali Tanda-tanda Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja', Kamis (27/7/2023).
Dari pola makan, baik anak ataupun remaja bisa jadi sering makan atau malah susah makan.
Kemudian dari pola tidurnya, anak atau remaja bisa jadi sering tidur atau susah tidur.
"Kalau untuk minat, misalnya anak tadinya berminat atau suka banget sama olahraga, tapi tiba-tiba dia kehilangan minat. Jadi itu yang menurut saya cukup mudah untuk dilihat untuk orangtua," ungkap Belinda.
Baca Juga: Perjalanan Sukses Tari Sandjojo Bangun Sekolah Cikal Jadi Sekolah yang Berkontribusi untuk Indonesia
Kemudian yang keempat, tambah Belinda, tanda gangguan mental pada anak dan remaja yang juga bisa dikenali orangtua adalah adanya perubahan karakter.
"Misalnya, anak yang tadinya menyenangkan, ceria jadi murung, sering marah-marah, atau sebaliknya.
Ada juga kasus yang saya pernah tangani, dimana karakter anaknya kalem tiba-tiba berubah jadi sangat talkative, sangat banyak ngomong. Jadi lebih sering dandan itu, padahal anaknya enggak kaya gitu," ungkapnya.
Sementara itu pada anak yang lebih kecil, Belinda mengatakan bahwa anak biasanya akan lebih sering tantrum atau terlalu menempel pada orangtuanya.
Bahkan dalam kasus tertentu, bisa juga terjadi regresi.
"Regresi ini penurunan kemampuan. Misalnya, anak sudah bisa toilet training tiba-tiba jadi ngompol, atau yang tadinya sudah bisa makan sendiri terus jadi disuapin," sebut Belinda.
Maka dari itu, sebagai orangtua, Moms dan Dads harus segera sadar akan adanya perubahan pola kehidupan sehari-hari sekaligus perubahan karakter pada anak dan remaja.
Sebab, bisa jadi anak ataupun remaja tersebut mengalami gangguan mental, sehingga harus ditangani secepat mungkin.
Belinda menyarankan, orangtua bisa mengambil waktu sebentar untuk quality time bersama buah hati.
Atau, bisa juga mengambil waktu sebentar untuk one-on-one bersama anak.
"Istilahnya menamai apa yang kita tangkap dari anak ini. Bukan judging ya, tapi lebih ke arah, 'Kok mama melihat ada yang berubah deh dari kamu. Kamu mau enggak cerita ke mama?'" sarannya.
"Atau, kita juga bisa meluangkan waktu berdua sama anak kalau memang tipenya enggak banyak cerita. Harus ekstra ya pendampingannya," tambah Belinda.
Psikolog anak dan remaja ini menyarankan untuk mengajak anak melakukan hal yang memang disukainya sejak dulu, baru perlahan menggali darinya.
Salah satunya bisa Moms dan Dads berikan melalui permainan, agar anak bisa mengekspresikan apa yang dirasakannya.
"Saya pernah ada kasus perceraian, dimana anaknya kalau di depan orangtuanya akan terlihat, 'Aku bisa menghadapi ini, kok. Aku enggak apa-apa'.
Kalau di mulut kan enggak kelihatan ya, tapi ketika saya coba one-on-one dengan tambahan permainan yang open-ended itu jadi enggak ada ruginya," cerita Belinda.
Belinda mengaku bahwa dirinya waktu itu menyediakan boneka orang-orangan dan rumah-rumahan, kemudian membiarkan anak tersebut bermain sendiri sambil mengungkapkan perasaannya.
"Dia bilang bahwa ini ada papa, mama, sama anaknya. Mereka satu rumah, enggak boleh pisah, mereka happy terus selama-lamanya.
Nah, itu kan berarti kelihatan ya bahwa ternyata ada kebutuhan di anak ini untuk orangtua itu tetap bersama. Bukan berarti orangtua yang bercerai itu harus balik lagi, enggak, tapi lebih ke orangtua tetap perlu bersama dalam konteks anak ini," katanya menjelaskan.
Semoga penjelasan diatas bermanfaat ya, Moms dan Dads.
Kedepannya, Moms dan Dads jangan lagi untuk mendiagnosis sendiri kondisi kesehatan mental anak atau remaja ya.
Supaya lebih pasti, sebaiknya bawakan buah hati ke tenaga medis profesional untuk didiagnosa dan ditangani sesuai kondisi.
Baca Juga: Peran Serta Guru di Sekolah dalam Menjaga Kesehatan Mental Para Siswa
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR