Kekayaan budaya, bahasa, adat dan kesenian daerah menjadi salah satu metode yang mengalami akulturasi dan asimilasi dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang populer sebagai media dakwah pada masa Wali Songo.
Bagaimana para wali menyisipkan ajaran-ajaran Islam pada kesenian wayang yang semula berisi kisah-kisah Maha Bharata dari India, disisipkan kisah-kisah bernuansa Islami.
Kesenian gamelan dengan gending-gending Jawa yang syairnya digubah sedemikian rupa dengan syair yang berisi syiar Islam, nilai-nilai tauhid, kerelaan menyembah Allah Swt., tidak menyekutukannya dengan menyembah sesuatu selain dari Allah Swt. dan sebagainya.
Hal tersebut menjadi sarana dakwah yang efektif karena para wali bisa menyisipkan tuntunan Islam melalui tontonan budaya yang sangat ampuh untuk menarik minat dan perhatian masyarakat untuk lebih memperdalam ajaran Islam.
Para Wali Songo tidak jarang melakukan kunjungan dan silaturahim kepada masyarakat.
Menyisipkan pesan damai, ajaran Islam yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, disampaikan dengan akhlak yang baik dan penuh dengan adab dan sopan santun.
Sehingga membuat masyarakat menjadi tertarik dan terpesona dengan keindahan ajaran Islam yang dibawa oleh para wali tersebut.
Demikianlah, Wali Songo melakukan upaya-upaya dakwah dengan penuh kedamaian.
Pendekatan kepada masyarakat pribumi, dilakukan dengan menggunakan akulturasi dan asimilasi budaya Islam dengan budaya lokal.
Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh para sufi golongan Sunni yaitu menerapkan ajaran Islam dengan keteladanan yang baik.
Adapun aliran teologi yang dianut oleh para Wali Songo merupakan aliran teologi Asy’ariyah dan ajaran sufisme mengarah kepada ajaran sufi dari Al-Ghazali.
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR