Nakita.id - Setiap tahunnya, Hari Pangan Sedunia diperingati pada 16 Oktober.
Untuk tema Hari Pangan Sedunia tahun 2023 adalah 'Air Adalah Kehidupan, Air Adalah Makanan, Jangan Tinggalkan Siapa Pun'.
Melalui momentum Hari Pangan Sedunia ini, diharapkan masyarakat seluruh dunia dapat menjaga ketersediaan air bersih untuk mendukung keberlangsungan kehidupan.
Selain menjaga air bersih, orangtua juga sangat diharapkan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Hal ini sangat penting untuk mendukung kesehatan keluarga serta tumbuh kembang anak yang optimal.
Salah satu peran yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan makanan bernutrisi dan seimbang.
Ketika bayi baru saja lahir, maka pemberian ASI eksklusif sangat penting dilakukan.
Namun, bagaimana untuk Moms yang tidak bisa menyusui karena kondisi kesehatan tertentu?
Apa saja langkah yang sebaiknya dilakukan?
Dr. Ade Iva Murty, M.Si menyebut bahwa sekarang ini, ilmu kedokteran sudah banyak mengajarkan cara memberikan ASI dengan alat bantu yang bermacam-macam.
"Kan ada macam-macam caranya, termasuk juga untuk ibu yang bekerja," sebut Dr. Ade dalam wawancara telepon bersama Nakita, Rabu (25/10/2023).
"Meski banyak perkembangannya yang sudah luar biasa, tetapi harus menjamin bahwa ASI itu diberikan dengan penuh perhatian dari orangtua," kata Dr. Ade menegaskan.
Meski begitu, lanjutnya, apabila ibu sakit dan tidak bisa menyusui, berikanlah ASI perah tapi dibarengi dengan memberikan perhatian yang penuh.
"Dengan secure attachment, dengan full attachment.
Bayi mendapatkan pelukan yang hangat, dekapan, mendapatkan kenyamanan berada dalam pelukan ibu, mendapatkan perhatian dari ibu, perlindung," ujar Dr. Ade yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Psikologi juga Dekan Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan di Sampoerna University.
"Itu sebenarnya cara yang terbaik untuk memberikan ASI eksklusif ya," sambungnya.
Meski ibu sedang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dirinya menekankan untuk tetap memberikan ASI dan upayakan ada pendekatan emosional antara ibu dengan bayinya.
Moms harus tahu, selama enam bulan pertama setelah lahir, bayi harus mendapat ASI eksklusif dari ibunya.
"ASI eksklusif itu memang yang terbaik, karena ASI harusnya menjadi satu-satunya nutrisi bagi bayi usia nol sampai dua tahun," sebut Dr. Ade.
"Akan tetapi, sebenarnya yang harus dibicarakan dulu adalah kasih ASI-nya bagaimana dan seperti apa.
Ada ibu yang dia menyusui tapi tidak ada attachment, tidak ada kontak emosi, sambil main HP," terangnya.
Baca Juga: Jalani Diet Ketat, Bayi Kerajaan Inggris Tak Diberi ASI Ibunya, Benarkah?
"Jadi, itu (menyusui) percuma dan enggak ada gunanya juga," ujar Dr. Ade.
Dirinya menekankan, yang disebut dengan ASI eksklusif dapat memberikan dampak positif pada psikologis seorang bayi adalah ketika ibu memberikannya dengan penuh perasaan.
"Dengan menatap mata anak, membelainya, menggendongnya dengan erat, tidak memegang HP, berbicara dengan penuh kasih sayang.
Nah, itu baru ada manfaatnya," tegasnya.
Namun, Dr. Ade juga menyampaikan bahwa ASI eksklusif juga bisa diberikan secara tidak langsung apabila ibu sudah mulai bekerja kembali.
"Misalnya, ASI itu diberikan sebagai ASI perah dengan bantuan alat.
Itu juga ASI eksklusif, tetapi tentu akan berbeda kalau diberikan oleh ibu dengan penuh kasih sayang," terangnya.
Menurut Dr. Ade, kekurangan gizi bisa terjadi yang disebabkan oleh orang yang tidak peduli dengan pola makan yang tepat.
"Orang mungkin tidak peduli pada cara dia makan dan makanan yang dia konsumsi sebenarnya berguna bagi tubuh atau tidak," ungkapnya.
Namun, dirinya sangat menekankan untuk tidak melihat kasus kekurangan gizi pada anak saja. Pada ibu pun perlu dilihat apakah ibu mengalami kekurangan gizi atau tidak.
"Kita bisa melihat juga kadang-kadang, bahwa yang terjadi itu sebenarnya ibunya memang tidak memiliki pola makan yang sehat. Jadi, ibunya juga tidak memahami (secara baik)," ungkap Dr. Ade.
Baca Juga: Tak Selalu Aman, Donor ASI untuk Si Kecil Memiliki Banyak Risiko
Bahkan, dirinya mengaitkan erat kasus kekurangan gizi ini dengan stunting. Sehingga, lanjutnya, harus diperhatikan betul bahwa sasaran penanganan stunting tidak bisa dilihat dari anaknya.
"Kita juga harus lihat ibunya. Apakah ibunya paham tentang apa yang disebut pola makan yang sehat. Pola makanan bergizi, lengkap, dan sempurna," tuturnya.
Hal terutama yang seharusnya dilakukan adalah sang ibu perlu mendapat edukasi juga pemberdayaan.
"Ibunya juga harus mendapatkan pemberdayaan, supaya bisa menularkan pemikiran tentang gizi yang baik dan sehat. Kemudian, kehidupan yang sehat kepada anak," ucap Dr. Ade.
Dirinya mencontohkan kebanyakan perempuan yang sering moody ketika makan. Mulai dari tidak mau makan ini dan itu, merasa dirinya gemuk, dan lain sebagainya.
"Hal tersebut secara tidak sadar dapat menular ke anak," ungkapnya.
Akan tetapi, lanjutnya, apabila seorang ibu dapat memberikan contoh kepada anaknya gaya hidup yang sehat dan baik, hal ini tentu akan membuat anak semakin tertanam kebiasaan baik tersebut.
"Kalau makan misalnya, enggak harus mahal pakai daging. Tapi, harus lengkap dengan sayuran, buah, dan protein," tegasnya.
Untuk proteinnya sendiri tidak harus protein hewani, Moms. Moms bisa menggantinya dengan protein nabati kepada anak.
"Itu semua sebenarnya membutuhkan ibu yang mau belajar, ibu yang semangat untuk belajar. Tujuannya untuk dia (ibu) bisa memberikan yang terbaik bagi gizi anaknya," tutup Dr. Ade.
Semoga bermanfaat ya, Moms.
Baca Juga: 5 Fakta Medis Mengapa Ada Ibu Yang Tidak Bisa Menyusui Bayinya,
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR