Nakitai.id - Trauma anak korban kekerasan seksual tidak bisa disepelkan karena bisa berdampak pada psikologis si Kecil.
Beberapa waktu lalu, viral sebuah kabar bahwa seorang anak 5 tahun mengalami kekerasan seksual.
Yang mengejutkan pelakunya diduga adalah ayah kandung si anak.
Kasus ini sudah dilaporkan oleh ibu sang anak pada 22 Maret 2024 lalu.
Sejauh ini, identitas sang ayah diketahui sebagai SN yang berprofesi sebagai petugas Damkar Jawa Timur.
Kejadian yang menimpa S, korban kekerasan seksual ini diviralkan oleh sang ibu.
Anak tersebut mengaku organ intimnya dimasuki benda aneh oleh sang anak.
Karena hal itu, S sempat mengalami gangguan makan dan minum.
Menurut sang ibu, S menolak minum karena mengalami sakit saat buang air kecil.
Masih menurut pengakuan sang anak, tindakan tidak senonoh tersebut dilakukan oleh sang ayah sebanyak 4 kali.
Berangkat dari sini, korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan untuk bisa pulih.
Baca Juga: Jadi Upaya Cegah Pelecehan Seksual, Simak Cara Tepat Mengenalkan Organ Intim pada Anak
1. Trauma Psikologis
Salah satu risiko utama yang dihadapi anak korban kekerasan seksual adalah trauma psikologis yang mendalam.
Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual mungkin mengalami gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Trauma ini dapat memengaruhi kesehatan mental mereka dalam jangka panjang dan membutuhkan intervensi psikologis yang intensif untuk pemulihan.
2. Ketidakpercayaan Terhadap Orang Dewasa
Kekerasan seksual pada anak dapat mengganggu hubungan percaya diri antara anak dan orang dewasa, terutama jika pelaku kekerasan adalah orang yang dekat dengan mereka, seperti anggota keluarga atau pengasuh.
Anak mungkin merasa kehilangan rasa aman dan tidak nyaman dalam berinteraksi dengan orang dewasa, yang dapat memengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka.
3. Gangguan dalam Hubungan Sosial
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan sosial yang sehat.
Mereka mungkin merasa canggung atau takut untuk membuka diri kepada teman sebaya atau orang dewasa lainnya, karena rasa malu dan rasa bersalah yang terkait dengan pengalaman traumatis yang mereka alami.
4. Gangguan Perilaku dan Penyesuaian
Trauma kekerasan seksual dapat memengaruhi perilaku anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa anak mungkin menunjukkan perilaku yang merusak diri seperti penggunaan obat-obatan, perilaku seksual yang tidak sehat, atau kecenderungan untuk melarikan diri dari kenyataan.
Di sisi lain, ada juga anak-anak yang mengalami gangguan penyesuaian, seperti kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rutinitas harian atau tuntutan sosial.
5. Masalah Kesehatan Mental
Trauma kekerasan seksual pada masa kanak-kanak dapat meninggalkan bekas yang dalam dalam bentuk masalah kesehatan mental yang berkelanjutan.
Banyak anak korban kekerasan seksual menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan kesehatan mental di kemudian hari, seperti depresi, kecemasan, gangguan makan, dan kecanduan zat.
Pemantauan dan intervensi yang teratur diperlukan untuk mencegah masalah kesehatan mental yang lebih serius di masa depan.
6. Ketidakstabilan Emosional
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual seringkali mengalami ketidakstabilan emosional yang signifikan dan mood swing yang tiba-tiba.
Mereka mungkin sulit mengendalikan emosi mereka dan seringkali mengalami lonjakan emosi yang mendadak, seperti marah, kesedihan, atau rasa takut yang berlebihan.
Ketidakstabilan emosional ini dapat mengganggu hubungan mereka dengan orang lain dan memengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi sehari-hari.
Baca Juga: Cara Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan, Orangtua Harus Tahu yang Satu Ini
7. Perasaan Rendah Diri
Trauma kekerasan seksual dapat merusak harga diri dan kepercayaan diri anak.
Mereka mungkin merasa tidak berharga atau tidak berarti sebagai hasil dari pengalaman traumatis yang mereka alami, dan ini dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
Kurangnya kepercayaan diri dan perasaan rendah diri ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka dan meraih kebahagiaan dalam hidup.
Risiko trauma pada anak korban kekerasan seksual adalah serius dan dapat memiliki dampak yang merusak pada perkembangan dan kesejahteraan mereka.
Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, serta untuk terus mengadvokasi hak mereka untuk hidup bebas dari kekerasan dan penindasan.
Dengan kesadaran yang lebih besar tentang risiko trauma yang dihadapi oleh anak-anak korban kekerasan seksual, kita dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua anak-anak.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR