Nakita.id - Benarkah cita-cita anak bisa berubah seiring usia? Yuk, kita cari tahu!
Cita-cita anak kerap menjadi cerminan dari imajinasi dan aspirasi yang menggelora di dalam benaknya.
Sebagai contoh, menjadi dokter, astronot, atau bahkan presiden.
Bagi orangtua, cita-cita anak dianggap sebagai peta jalan menuju masa depan yang cerah.
Namun seiring waktu, cita-citanya bisa saja berubah dan tidak sama dengan yang disebutkannya sejak awal.
Lantas, benarkah demikian?
Menurut Alfa Restu Mardhika, M.Psi, Psikolog, secara teori, cita-cita itu pasti berubah seiring pertambahan usia.
Pada usia TK, biasanya anak cenderung menyebutkan profesi-profesi yang menarik atau yang terdekat dengannya.
“Misalnya, ketika berkunjung ke pemadam kebakaran anak bercita-cita mau jadi pemadam, setelah belanja dan melihat kasir lalu anak ingin jadi kasir, pulang dari rumah sakit anak mau jadi dokter atau perawat dan macam-macam,” ungkap Alfa saat dihubungi Nakita, Jumat (2/5/2024).
Contoh lainnya adalah ketika anak melihat tokoh princess atau superhero dalam konten-konten yang ditontonnya.
Maka, tak heran kalau tidak sedikit anak perempuan yang ingin menjadi tokoh princess yang cantik, atau anak laki-laki yang menjadi tokoh superhero yang keren.
Baca Juga: Makna Logo Hari Pendidikan Nasional 2024, Cita-cita untuk Ciptakan Pendidikan Lebih Baik
“Jadi, cita-citanya lebih berkaitan dengan hal-hal yang imajinatif. Belum riil,” ucap Alfa menegaskan.
Kemudian, pada usia SD juga relatif masih belum benar-benar paham profesi yang ada itu apa saja.
Biasanya lebih karena sesuatu yang familiar di sekitarnya atau konsekuensi yang menarik seperti banyak mendapat uang.
Alfa mencontohkan ketika ada orang tua yang mendorong anak untuk menjadi pebisnis karena banyak uang, sehingga keluar kata-kata anak yang mau menjadi pebisnis.
Atau, contoh lainnya adalah ternyata ibu atau ayahnya ternyata dokter, sehingga anak mau jadi dokter.
“Atau bahkan, ada juga yang mau jadi presiden karena yang paling bisa memimpin. Tapi, itu juga masih belum riil,” katanya menambahkan.
Namun memasuki usia remaja, psikolog yang saat ini berpraktik di Insight Psikologi menyebut bahwa kemampuan berpikirnya sudah lebih kompleks termasuk dalam mengenal dirinya.
Sehingga, sudah bisa lebih mengenal apa yang disukai anak dan apa yang tidak disukai anak.
“Akan tetapi, biasanya anak usia SMP itu juga masih labil.
Biasanya cita-citanya ada empat atau lima, jadi dia masih mengeksplor,” katanya menerangkan.
Maka dari itulah, untuk membantu anak menentukan cita-citanya, diperlukan yang namanya tes minat bakat.
Alfa menjelaskan, tes minat bakat bertujuan untuk mengetahui gambaran diri seorang anak terhadap apa yang menjadi bidang minatnya, apa saja kemampuan menonjol yang ia miliki, serta kecenderungan kepribadian yang melekat.
Untuk tes minat bakat sendiri ada dua jenis, yakni untuk jenjang SMP dan jenjang SMA.
“Kalau yang untuk SMP biasanya lebih membantu dia akan memilih jurusan apa di SMA nanti.
Tapi kalau yang untuk SMA, nanti dia akan lebih spesifik lagi bidang profesi dan karier yang sesuai apa,” kata Alfa menjelaskan.
Meski ada dua jenis, Alfa tetap menyarankan untuk mengikutkan anak tes minat bakat sejak usia SMP dan usia SMA.
Untuk hasil dari tesnya sendiri bisa dibilang 90 persen akurat, namun biasanya ada beberapa orangtua yang kurang terbuka menerima bila saran profesi kurang sesuai harapan orangtua.
“Hasil tes minat bakat ini adalah menyelaraskan antara kemampuan, minat, dan kerpibadian sehingga anak dapat menekuni sebuah profesi yang benar-benar diminati dan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang ia miliki.
Itu semua dipertimbangkan untuk memberikan saran di mana jurusan atau profesi yang tepat untuk anak tersebut,” kata Alfa menjelaskan.
Alfa berharap, anak akan menjalani profesi di masa depan sesuai passion dan dapat menjadi expert di bidang yang ia tekuni.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya, Moms dan Dads. (*)
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR