Nakita.id - Stunting masih menjadi permasalahan di seluruh dunia.
Menurut WHO, prevalensi stunting di seluruh dunia pada tahun 2020 adalah 22 persen atau 149,2 juta jiwa.
Padahal, WHO menetapkan standar prevalensi stunting kurang dari 20 persen.
Sementara itu, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen pada tahun 2022.
Angka ini masih cukup tinggi, sebab pada tahun 2024 target penurunan stunting harus sebesar 14 persen.
Ini tentu memerlukan upaya yang besar serta kolaborasi dari berbagai sektor.
Perlu diketahui, stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu yang cukup lama.
Umumnya, hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi di rentang 1.000 hari pertama kehidupan.
1.000 hari pertama kehidupan yang dimaksud adalah dimulai dari janin hingga berusia dua tahun.
Stunting sendiri baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun, dimana berat dan tinggi badan di bawah rata-rata menurut standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan WHO.
Lantas, apa saja dampak jangka pendek maupun jangka panjangnya?
Baca Juga: Kemenkes Tekankan Pentingnya Peran Posyandu dalam Mengatasi Stunting di Indonesia
Simak penjelasan berikut seperti dilansir dari laman resmi Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan.
Untuk beberapa dampak jangka pendeknya seperti:
- Hambatan perkembangan
- Penurunan fungsi kekebalan
- Penurunan fungsi kognitif
- Gangguan sistem pembakaran
Sementara itu, untuk beberapa dampak jangka panjangnya seperti:
- Obesitas
- Penurunan toleransi glukosa
- Penyakit jantung koroner
- Hipertensi
- Osteoporosis
Dengan memperhatikan beberapa dampak yang sudah disebutkan sebelumnya, maka sangat penting bahwa stunting harus dicegah sejak masa 1.000 hari pertama kehidupan.
Selama masa kehamilan, penting sekali bagi ibu hamil untuk mendapatkan asupan nutrisi yang sangat baik untuknya maupun janin.
Kemudian setelah bayi lahir, ibu diharapkan untuk terus memberikan ASI eksklusif kepada bayi hingga berusia enam bulan.
Ketika bayi mencapai usia enam bulan, maka ibu boleh memperkenalkannya ke MPASI yang tepat, adekuat, dan aman.
Penelitian menunjukkan, konsumsi protein sangat memengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak usia enam bulan ke atas.
Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori.
Anak usia 6-12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan.
Sementara anak usia 1-3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan.
Pastikan anak mendapat asupan nutrisi yang cukup sejak 1.000 hari pertama kehidupan untuk mencegah stunting sedini mungkin. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Pengaruh Stunting pada Kemampuan Berpikir Anak yang Harus Ditangani
Dancow Indonesia Cerdas, Dukung Potensi Anak Usia Sekolah Dasar Lewat Kompetisi dan Acara Edukatif Terbesar
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR