Nakita.id - Stunting masih menjadi permasalahan serius di Indonesia.
Meski begitu, Presiden RI Joko Widodo mendorong agar prevalensi stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen di tahun 2024.
Stunting merupakan masalah tumbuh kembang pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis.
Namun selain itu, masalah tumbuh kembang ini ternyata juga disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Salah satunya adalah merokok, yang menyebabkan kesehatan memburuk juga berpotensi menyebabkan stunting pada anak.
Melansir dari laman Sehat Negeriku - Kemenkes, berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018, balita yang tinggal dengan orangtua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orangtua bukan perokok.
Penelitian tersebut juga menyebut, 5,5 persen balita yang tinggal dengan orangtua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting.
"Kalau balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya, maka ini menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan stunting," ujar dr. Endang Sumiwi selaku Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan.
dr. Endang berharap agar keluarga-keluarga Indonesia mengalihkan belanjanya ke kebutuhan prioritas untuk mendukung tumbuh kembang anak.
Yakni, dengan membeli protein hewani agar anak-anak tidak terjadi stunting.
"Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orangtua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur," katanya sambil menekankan.
Baca Juga: Mengapa Anak yang Mengalami Stunting Tidak Bisa Disembuhkan?
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, dr. Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan bahwa konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan kesehatan.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) tahun 2021, pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.
Selain itu, rokok menjadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9 persen baik di perkotaan maupun di pedesaan dibandingkan untuk mereka yang mengonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.
Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr. Feni Fitriani Taufik menjelaskan, di RSUP Persahabatanm Jakarta, pernah dilakukan penelitian pada bayi.
Ada tiga kelompok bayi yang dilahirkan yakni dari ibu yang tidak merokok, ibu yang jadi perokok pasif, dan ibu perokok aktif.
Hasilnya didapatkan bahwa pada plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin.
Kemudian, dari waktu lahir pun panjang badan dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.
"Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi," ungkap dr. Feni.
dr. Feni juga menjelaskan, ada istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke.
Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya, sementara thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok.
Meski tidak terlihat, sisa bahan kimia ini bisa berbahaya karena dapat menempel dimana-mana.
Baca Juga: Stunting Masih Tinggi di Indonesia, Kemenkes Dorong 3 Upaya Penanganan dan Pengobatan
Terutama di dalam rumah seperti gorden, karpet, dan sofa.
"Kalau berbicara stunting, secondhand smoke dan thirdhand smoke menyebabkan beban ekonomi keluarga akan berlipat, sebab perkembangan anak terganggu," tambah dr. Feni.
Jika ada seorang yang ingin mulai berhenti merokok, Kemenkes memiliki layanan konseling berhenti merokok gratis.
Layanan ini untuk mempermudah bagi siapa saja yang ingin berhenti merokok, tetapi karena alasan tertentu belum bisa datang ke fasilitas kesehatan untuk konsultasi.
Masyarakat bisa menghubungi kontak-kontak berikut:
– Quitline.INA 08001776565
– Pesona Si BeMo : Facebook Messenger @p2ptmkemenkesRI
– Telegram : https://t.me/quitina_bot
– Website : http://p2ptm.kemkes.go.id/
– Whatsapp : 082125900597
Nantinya, akan diberikan konseling dan bimbingan, serta rujukan jika sekiranya membutuhkan tindak lanjut. Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: Pengaruh Stunting Menurut BKKBN dan Upaya Penyelesaiannya
Ibu Hamil Tidak Boleh Duduk Terlalu Lama, Ini Risiko dan Solusi untuk Kehamilan Sehat
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR