Nakita.id - Marah adalah emosi yang alami dan normal yang dialami oleh setiap orang.
Namun, ada mitos yang mengatakan bahwa mudah marah bisa membuat seseorang panjang umur.
Apakah ini benar-benar fakta yang didukung oleh sains, atau hanya sekedar mitos belaka?
Berikut penjelasannya melansir dari berbagai sumber.
Kemarahan adalah reaksi emosional terhadap situasi yang dianggap mengancam, mengganggu, atau tidak adil.
Saat seseorang marah, tubuhnya mengalami berbagai perubahan fisiologis, seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan pelepasan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol.
Secara umum, kemarahan yang tidak terkontrol atau kronis memiliki berbagai dampak negatif pada kesehatan, antara lain:
Kemarahan yang sering dan tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Stres yang berkelanjutan dari kemarahan dapat merusak pembuluh darah dan mempercepat aterosklerosis.
Stres yang diakibatkan oleh kemarahan kronis dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.
Kemarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan atau memperburuk masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Baca Juga: Apakah Mudah Marah Bisa Menyebabkan Penuaan Dini? Ini Ulasan Mitos dan Fakta
Meski dampak negatif dari kemarahan kronis cukup jelas, ada beberapa alasan mengapa mitos bahwa mudah marah bisa membuat panjang umur tetap berkembang:
Teori katarsis menyatakan bahwa mengekspresikan emosi secara terbuka dapat membantu mengurangi stres dan ketegangan.
Dalam konteks ini, marah dianggap sebagai cara untuk "melepaskan" emosi negatif yang terpendam, yang dapat mengurangi risiko masalah kesehatan yang terkait dengan stres terpendam.
Orang yang mudah marah mungkin lebih jujur terhadap perasaan mereka dan tidak menahan emosi mereka.
Kejujuran emosional ini bisa membantu mencegah penumpukan stres yang tersembunyi, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan dalam jangka panjang.
Orang yang marah mungkin lebih cenderung memperjuangkan hak mereka dan tidak membiarkan diri mereka diperlakukan tidak adil.
Sikap asertif ini bisa mengurangi perasaan tidak berdaya dan meningkatkan rasa kontrol atas hidup mereka, yang pada gilirannya bisa meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan.
Sampai saat ini, bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa mudah marah dapat memperpanjang umur sangat terbatas.
Sebaliknya, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kemarahan yang kronis dan tidak terkontrol dapat merusak kesehatan dan mengurangi harapan hidup.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering marah atau memiliki temperamen mudah marah memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner.
Peningkatan hormon kortisol akibat stres dan kemarahan dapat merusak banyak organ tubuh jika terjadi dalam jangka waktu lama, termasuk meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit autoimun.
Baca Juga: Kekurangan 5 Nutrisi Ini dalam Tubuh Rupanya Bisa Memengaruhi Perubahan Mood yang Buruk
Manajemen kemarahan yang efektif, seperti melalui terapi, meditasi, atau teknik relaksasi, terbukti dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik.
Orang yang mampu mengelola kemarahan dengan baik cenderung memiliki tekanan darah yang lebih rendah, sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat, dan risiko lebih rendah terkena penyakit kronis.
Sementara katarsis dan kejujuran emosional dapat memberikan manfaat tertentu, dampak negatif dari kemarahan kronis jauh lebih signifikan.
Mitos bahwa mudah marah dapat memperpanjang umur tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat.
Sebaliknya, mengelola emosi dengan sehat dan menjaga keseimbangan emosional adalah kunci untuk mencapai umur panjang dan kesehatan yang baik.
Orang tua, guru, dan individu perlu fokus pada cara-cara positif untuk mengekspresikan dan mengelola emosi, seperti komunikasi yang efektif, olahraga, meditasi, dan teknik relaksasi.
Dengan begitu, kita dapat menikmati kehidupan yang lebih panjang, sehat, dan bahagia.
Baca Juga: Langkah-langkah Menangani Pasangan yang Mudah Marah, Salah Satunya Hindari Konfrontasi
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR